ICW Usulkan Sita Jaminan di Penanganan Perkara Korupsi
Berita

ICW Usulkan Sita Jaminan di Penanganan Perkara Korupsi

Agar tidak ada lagi pelaku korupsi yang menyembunyikan harta pada saat proses hukum berjalan.

Aji Prasetyo
Bacaan 5 Menit

Selain itu hukuman denda Minimnya perubahan dan penyesuaian UU Tipikor dengan perkembangan kejahatan menyebabkan aturan pemidanaan masih belum memberikan efek jera maksimal kepada pelaku korupsi. Hal ini tampak dalam pengaturan denda. Sebagai tindak pidana khusus, denda yang ada dalam UU Tipikor masih tertinggal jauh jika dibandingkan dengan regulasi kejahatan lain.

Misalnya saja, untuk kejahatan narkotika, Pasal 113, Pasal 114, Pasal 116, Pasal 133, dan Pasal 137 UU Narkotika menyebutkan denda maksimal bisa mencapai Rp10 miliar. Begitu pula pada kejahatan pencucian uang, denda yang diatur Pasal 3 UU TPPU juga sebesar Rp10 miliar. Hal itu berbeda dengan regulasi tindak pidana korupsi.

“Dapat dibayangkan, kejahatan dengan dampak luar biasa seperti korupsi hanya mengakomodir denda maksimal Rp 1 miliar, itu pun hanya pasal yang terkait dengan kerugian keuangan negara, tindak pidana suap, dan gratifikasi (Pasal 2, Pasal 3, Pasal 12, dan Pasal 12 B UU Tipikor). Maka dari itu penting bagi pemangku kepentingan untuk segera merevisi UU Tipikor agar menyesuaikan dengan perkembangan tindak kejahatan korupsi. Pemantauan yang ICW lakukan terhadap pengenaan denda pada sepanjang tahun 2020 mencapai Rp156.355.000.000 (Rp156 miliar). Jika dirata-ratakan, maka setiap perkara dikenakan denda sebesar Rp131.280.436 (Rp131 juta). Bahkan jika ditelisik lebih lanjut, hanya enam terdakwa saja yang dijatuhi denda maksimal Rp1 miliar,” jelasnya.

Kerugian negara Rp56,7 t

Peneliti ICW Kurnia Ramadhana menambahkan dari total kerugian keuangan negara tersebut, Kejaksaan menangani perkara dengan nilai ekonomi yang lebih besar jika dibandingkan dengan KPK. Jika dijumlahkan, Korps Adhayksa tersebut menyidangkan perkara dengan kerugian negara sejumlah Rp56,6 triliun, sedangkan KPK jauh dibawahnya yaitu hanya sebesar Rp114,8 miliar.

Menurut Kurnia tindakan Kejaksaan ini patut untuk diapresiasi, sekaligus merupakan kritik kepada KPK agar tidak hanya menangani tindak pidana suap, namun juga masuk lebih jauh dalam isu pencucian uang yang lazim dilakukan oleh terdakwa korupsi. Tindakan yang dilakukan oleh Kejaksaan dapat dicontoh oleh KPK tatkala menangani perkara korupsi yang melibatkan pegawai Direktorat Jenderal Pajak, Bahasyim Assifie.

“Kala itu Bahassyim hanya disangka dengan pasal suap dan pemerasan karena diduga menerima Rp1 miliar dari wajib pajak. Namun di tengah proses penyidikan, jaksa menemukan adanya aliran dana yang dicurigai sebagai buah dari pencucian uang senilai Rp64 miliar. Akhirnya sangkaan dan dakwaan jaksa terbukti secara sah dan meyakinkan Bahassyim divonis 10 tahun penjara dan dikenakan sejumlah pembayaran uang pengganti,” terangnya

Setidaknya ada 5 nilai kerugian keuangan negara paling besar. Pertama mantan Kepala BP Migas Raden Priyono dalam perkara korupsi penjualan kondensat oleh PT TPPI yang nilai kerugian keuangan negaranya mencapai Rp37,8 triliun, kedua perkara PT Asuransi Jiwasraya yang melibatkan dua pengusaha Benny Tjokrosaputro, Heru Hidayat dan para direksi perusahaan tersebut dengan kerugian keuangan negara sebesar Rp16 triliun.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait