Ini 3 Sumber Acuan dalam Putusan Hakim Selain Undang-Undang
Utama

Ini 3 Sumber Acuan dalam Putusan Hakim Selain Undang-Undang

Yakni yurisprudensi; landmark decision berdasarkan praktik alami peradilan; dan rumusan hasil rapat pleno kamar yang ditetapkan otoritas para hakim dalam bentuk SEMA. Ketiganya bersumber dari putusan-putusan terdahulu yang disepakati substansinya oleh hakim.

Normand Edwin Elnizar
Bacaan 3 Menit

2. Landmark Decision

Hatta Ali menyebut putusan yang disebut landmark decision adalah hasil pilihan Mahkamah Agung dari putusan yang menarik perhatian. Ini berbeda dengan yurisprudensi yang terbentuk secara alami dalam praktik penerapan hukum di pengadilan. Putusan yang bisa menjadi landmark decision pun hanya putusan yang dibuat Majelis Hakim di tingkat Mahkamah Agung. Penelusuran Hukumonline mencatat putusan yang disebut landmark decision baru mulai diterbitkan dalam Laporan Tahunan Mahkamah Agung sejak tahun 2010. Perlu dicatat bahwa landmark decision tidak berarti sudah menjadi yurisprudensi.

Juru Bicara Mahkamah Agung yang juga menjabat Wakil Ketua Mahkamah Agung Bidang Yudisial, Andi Samsan Nganro mengatakan mengatakan landmark decision hanya merupakan putusan Mahkamah Agung yang penting. “Bisa karena kaidahnya mengandung aspek kebaruan, tetapi fungsinya bagi para hakim tidak sekuat daya berlakunya yurisprudensi dan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung,” kata Andi Samsan.

3. Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung

Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung mulai dihasilkan pada masa Hatta Ali menjabat Ketua Mahkamah Agung. “Yurisprudensi dan Rumusan Kamar mempunyai daya berlaku untuk dijadikan acuan oleh para hakim dalam mengadili perkara yang sama,” kata Juru Bicara Mahkamah Agung.

Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung ini adalah konsekuensi logis pasca lahirnya sistem kamar di Mahkamah Agung berdasarkan Keputusan Ketua MA No.142/KMA/SK/IX/2011. Tujuannya menyatukan pandangan para hakim agung dan menghindari ketidakpastian penerapan hukum. Rumusan kesepakatan yang dihasilkan lalu dituangkan dalam Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) tentang pemberlakuannya sebagai pedoman pelaksanaan tugas bagi pengadilan.

Sejak Mahkamah Agung mengimplementasikan sistem kamar pada akhir tahun 2011, telah dilaksanakan sepuluh kali Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung. Sejauh ini hasilnya diterbitkan dengan sepuluh SEMA untuk memberlakukan masing-masing rumusan hasil rapat pleno kamar tersebut. Tiap SEMA terbaru bisa saja berisi pembatalan atas rumusan hasil rapat pleno kamar dalam SEMA sebelumnya.

Nah, jangan terlewat untuk memeriksa tiga acuan di atas saat melakukan riset penerapan hukum. Laporan lengkap soal tiga acuan itu bisa dibaca pada artikel Premium Stories berjudul “Kekuatan Yurisprudensi, Landmark Decision, dan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung.”

Tags:

Berita Terkait