Ini Respons Presiden Jokowi Soal Jabatan Sipil untuk Prajurit TNI Aktif
Terbaru

Ini Respons Presiden Jokowi Soal Jabatan Sipil untuk Prajurit TNI Aktif

Belum ada kebutuhan mendesak.

Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
Presiden Jokowi. Foto: setkab.go.id
Presiden Jokowi. Foto: setkab.go.id

Usulan Menteri Maritim dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan, soal arah revisi UU No.34 Tahun 2004 tentang TNI agar TNI aktif dapat menempati jabatan sipil menuai kritik tajam dari kalangan masyarakat sipil. Bahkan Presiden Joko Widodo juga berkomentar tegas terhadap usulan itu. “Saya melihat kebutuhannya belum mendesak,” katanya ketika menjawab pertanyaan wartawan di sela kegiatan penanaman kelapa genjah di Desa Sanggang, Sukoharjo, Jawa Tengah, sebagaimana dikutip laman setkab.go.id, Kamis (11/8/2022).

Sebelumnya, kalangan masyarakat sipil menyoroti tajam usulan revisi UU TNI yang dilontarkan Menteri Luhut. Koordinator KontraS, Fatia Maulidiyanti, mengatakan usulan revisi itu sangat problematis dan kontraproduktif terhadap semangat profesionalisme militer yang memandatkan TNI fokus pada tugas pertahanan sebagaimana perintah konstitusi. “Selain itu, ditempatkannya TNI pada kementerian atau jabatan sipil lainnya menunjukkan bahwa agenda pengembalian nilai orde baru semakin terang-terangan dilakukan,” katanya.

Upaya menempatkan anggota TNI aktif dalam jabatan sipil menurut Fatia menunjukan kegagalan manajerial dalam mengidentifikasi masalah di institusi TNI. Selama ini TNI terjebak dalam wacana penempatan perwira aktif di berbagai jabatan sipil. Hal tersebut dianggap jalan pintas untuk menyelesaikan persoalan yang dihadapi institusi TNI, misalnya menumpuknya jumlah perwira non-job.

Baca Juga:

Alih-alih melakukan evaluasi mendalam dan menyasar pada akar masalah, tapi yang dimunculkan malah wacana untuk membuka kembali dwifungsi TNI. Fatia khawatir rencana itu selain menimbulkan persoalan terhadap profesionalisme TNI, juga berpotensi memunculkan masalah dalam profesionalisme penentuan jabatan.

“Sebab, mekanisme bukan lagi berfokus pada kualitas seseorang dalam kerangka sistem merit, melainkan berdasarkan kedekatan atau power yang dimiliki. Belum lagi beberapa menteri yang menghuni kabinet Presiden Joko Widodo memiliki latar belakang militer, sehingga akan berpotensi besar melahirkan konflik kepentingan,” ujarnya.

KontraS mencatat persoalan manajerial TNI antara lain terjadi tahun 2019 ketika Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto mengungkapkan ada 500 perwira TNI tidak dalam tugas. Sayangnya solusi yang ditawarkan selalu menempatkan TNI pada jabatan sipil. Diduga kuat praktiknya hanya berujung pada bagi-bagi jabatan tanpa memperhatikan kebutuhan.

Tags:

Berita Terkait