Jaksa KPK Tak Tega Menuntut Neneng
Berita

Jaksa KPK Tak Tega Menuntut Neneng

Memiliki anak-anak yang masih kecil, alasan jaksa menuntut ringan Neneng.

Oleh:
FAT
Bacaan 2 Menit
Neneng Sri Wahyuni, direktur Keuangan PT Anugrah Nusantara, dituntut tujuh tahun penjara. Foto: Sgp
Neneng Sri Wahyuni, direktur Keuangan PT Anugrah Nusantara, dituntut tujuh tahun penjara. Foto: Sgp

Direktur Keuangan PT Anugrah Nusantara, Neneng Sri Wahyuni dituntut tujuh tahun penjara oleh penuntut umum KPK. Selain pidana penjara, isteri mantan Bendahara Umum Partai Demokrat M Nazaruddin itu juga dikenakan denda Rp200 juta subsider enam bulan kurungan dan membayar uang pengganti Rp2,66 miliar.

“Pembayaran uang pengganti dilakukan satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap, jika tidak, seluruh harta benda disita dan dilelang oleh negara, apabila tak mencukupi dipidana selama dua tahun penjara,” ujar Jaksa Guntur Ferry Fahtar di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (5/2).

Ferry sadar bahwa tuntutan tujuh tahun penjara yang dilayangkan tak sampai setengah ancaman maksimal pidana dalam pasal yang dijerat. Neneng dianggap melanggar Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 UU Pemberantasan Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Ancaman pidana maksimal dalam pasal ini adalah 20 tahun penjara atau dipidana selama seumur hidup.

Menurut Ferry, alasan kemanusiaan menjadi latar belakang ringannya tuntutan terhadap Neneng. Karena, selaku ibu rumah tangga, Neneng masih memiliki tanggungan keluarga dan tiga anak yang masih kecil-kecil. Apalagi, suami Neneng, Nazaruddin sendiri telah dihukum akibat perbuatan tindak pidana korupsi yang dilakukannya.

Dalam pertimbangan analisa yuridisnya, Jaksa Ahmad Burhanuddin mengatakan bahwa, terdakwa bersama Nazaruddin, Mindo Rosalina Manullang dan Marisi Matondang bersepakat dengan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek Timas Ginting untuk mengubah spesifikasi barang agar PT Alfindo Nuratama Perkasa memperoleh proyek. Proyek yang dimaksud adalah pengadaan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di Direktorat Pengembangan Saranan dan Prasarana Kawasan (Dit PSPK) di Kemenakertrans tahun 2008.

Selain itu, terdakwa Neneng, Nazaruddin, Mindo dan Marisi bersepakat untuk mengalihkan pekerjaan pengadaan PLTS itu dari PT Alfindo ke PT Sundaya Indonesia. Pengalihan pekerjaan ini bertentangan dengan Pasal 32 ayat (3) Keppres No. 80 Tahun 2003 tentang Pengadaan Barang dan Jasa.

Anggaran proyek ini sebesar Rp8,04 miliar. Dari angka tersebut, PT Sundaya selaku subkontraktor pengadaan melaksanakan proyek sebesar Rp5,2 miliar. Atas dasar itu, kata Jaksa Jaya P Sitompul, telah terjadi kerugian negara Rp2,72 miliar. Dari nilai tersebut, lalu dibagi-bagikan sejumlah orang seperti Arifin Ahmad untuk jasa peminjaman perusahaan sebesar Rp40 juta, Timas Ginting sebesar Rp77 juta dan AS$2000 dan sejumlah panitia pengadaan lainnya.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait