Jumlah Peserta Ujian Advokat 2019 Meningkat Signifikan, Fauzie: Bisa Masuk MURI
Utama

Jumlah Peserta Ujian Advokat 2019 Meningkat Signifikan, Fauzie: Bisa Masuk MURI

Tahun ini, jumlah peserta kali ini mencapai 7785 orang dari Sabang hingga Merauke dan diselenggarakan di 39 kota di Indonesia.

Hamalatul Qur'ani
Bacaan 2 Menit
Fauzie Yusuf Hasibuan (kiri) dan Dirjen HAM Kemenkumham Mualimin Abdi (kanan) saat memantau jalannya UPA 2019, Sabtu (31/8). Foto: RES
Fauzie Yusuf Hasibuan (kiri) dan Dirjen HAM Kemenkumham Mualimin Abdi (kanan) saat memantau jalannya UPA 2019, Sabtu (31/8). Foto: RES

Jumlah peserta Ujian Profesi Advokat (UPA) tahun 2019 meningkat signifikan jika dibandingkan pada Desember 2018 lalu. Jumlah peserta kali ini mencapai 7785 orang dari Sabang hingga Merauke meningkat dari Desember tahun lalu yang mencapai 6100 peserta. Ketua Panitia UPA 2019, R Dwiyanto Prihartono mengungkapkan, seluruh peserta itu berasal dari 50 kota di Indonesia, namun penyelenggaraannya dilakukan di 39 kota. Jumlah ini meningkat dari penyelenggaraan UPA 2018 yang hanya dilakukan di 34 kota saja. 

 

Dari ke-39 kota itu, lanjut Dwiyanto, peserta paling banyak berasal dari DKI-Jakarta yang mencapai 2946 peserta. Sementara peserta paling sedikit terletak dari kota Manado yakni hanya 9 peserta. Untuk mengkondisikan begitu banyaknya peserta, DPN Peradi awalnya menunjuk 14 advokat sebagai panitia inti berdasarkan SK yang dikeluarkan sejak Januari lalu. Selanjutnya panitia mengerahkan tenaga sejumlah 299 advokat untuk membantu penanganan proses UPA. 

 

“Termasuk advokat di cabang-cabang daerah kita ajak ikut serta dan kita kirimkan 51 advokat ke daerah untuk mewakili DPN peradi untuk memonitor pelaksanaan UPA di 39 Kota,” ungkapnya di Jakarta, Sabtu (31/8).

 

Persisnya, kata Dwiyanto, persiapan dilakukan mulai akhir Februari sampai hari ini. Adapun proses paling lama ditempuh adalah proses pendaftaran, mulai dari pengumuman di koran cetak maupun online hingga pembukaan pendaftaran pada bulan April hingga 23 Juli. Itupun, ia menyebut sebetulnya masih banyak lagi yang ingin mendaftar UPA 2019.

 

Namun sayangnya mengingat begitu dekatnya waktu dengan hari H tidak memungkinkan lagi panitia untuk menambah peserta. “Tidak memungkinkan lagi, karena melibatkan outsourcing, percetakan soal, preparing tempat di seluruh Indonesia maupun konsumsi. Jadi resmi kita tutup pendaftaran di akhir Juli,” tambah Dwiyanto.

 

Ketua Peradi Fauzie Yusuf Hasibuan mengakui bahwa jumlah peserta UPA tahun ini terbilang sangat signifikan. Bahkan pihaknya berencana akan mendaftarkan jumlah peserta UPA 2019 untuk dicatatkan di rekor Museum Rekor Dunia Indonesia (MURI). “Jumlah yang sangat signifikan, saya kira hari ini bisa kita mohonkan untuk tercatat di rekor MURI, soal teknis bagaimana kita urus,” katanya.

 

Baca:

 

Sekalipun menampung begitu banyak peserta, tata kelola UPA yang selama ini disebutnya terus dijalankan dengan sangat independen dan profesional serta melibatkan outsourcing yang juga sangat profesional. “Kita tidak main-main karena mengingat kualitas ini harus menjadi acuan kita untuk meningkatkan kelanjutan advokat berkualitas agar pencari keadilan mendapatkan perlindungan hukum dan jaminan keadilan,” tegasnya.

 

Ke depannya, Fauzie berharap, para advokat dapat menyelaraskan kualitas profesinya dengan kemajuan zaman. Ia mengingatkan ke depan tantangan teknologi bakal begitu sengit, tahun 2030 bahkan diprediksi sekitar 800 ribu profesional akan kehilangan pekerjaan.

 

Paling tidak, advokat Indonesia jangan sampai masuk dalam kategori 800 ribu profesional yang kehilangan pekerjaan tersebut. Untuk itu, kata Fauzie, Peradi juga berupaya mewadahi para anggotanya melalui pembekalan informasi terkait law technology, seperti short education yang baru baru ini diselenggarakan di Bali yang dipercayakan oleh International Bar Association (IBA). (Baca: PERADI Bersama IBA Gelar Konferensi Internasional di Bali)

 

Melihat jumlah peserta yang banyak ini, Dirjen HAM Kementerian Hukum dan HAM Mualimin Abdi menilai, ke depan kompetisi yang akan dihadapi advokat akan semakin tinggi dan kompetitif. Teknologi yang semakin canggih tentu menuntut advokat untuk mengikuti perkembangan itu. Jika tidak bisa mengikuti perkembangan teknologi, advokat terancam akan terdepak dari kompetisi dan jangan sampai berubah menjadi pajangan antik. Kemenkumham sendiri turut berperan dalam menyelaraskan tantangan zaman dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 

 

“Mudah mudahan para peserta ujian ini mampu menjadi advokat yang bisa cepat menanggapi perkembangan zaman itu,” tutupnya.

 

Hukumonline juga mewawancarai salah seorang peserta UPA 2019 yang bernama Teguh Triesna Dewa. Mengingat Peradi memiliki kualifikasi yang tinggi terhadap calon-calon advokat yang dilahirkannya, Teguh menyebut, persiapan ujian harus dilakukan secara matang.

 

Sejumlah soal yang diujikan terdiri dari beberapa komponen seperti hukum acara perdata, acara pidana, PTUN, PHI, Kode etik dan Profesi advokat, yang semuanya memiliki tingkat kesulitan yang berbeda-beda. Menurutnya, soal yang paling detail dan memiliki tingkat kesulitan yang cukup tinggi adalah komponen soal hukum acara perdata. Namun ia tetap optimis bisa lolos UPA yang pertama kali diikuti ini. 

 

“Harus optimis apapun hasilnya nanti. Yang penting persiapannya tidak main-main dan sudah dipersiapkan jauh jauh hari,” ujarnya.

Tags:

Berita Terkait