Kewajaran dan Kelaziman Usaha dalam Transaksi yang Dipengaruhi Hubungan Istimewa
Kolom

Kewajaran dan Kelaziman Usaha dalam Transaksi yang Dipengaruhi Hubungan Istimewa

Wajib Pajak dalam transaksi dengan pihak afiliasi sebaiknya memiliki dokumentasi transfer pricing. Telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan No.172 tahun 2023.

Bacaan 4 Menit
Gandi Siregar. Foto: Istimewa
Gandi Siregar. Foto: Istimewa

Di era globalisasi, perusahaan multinasional menjalankan kegiatan rantai usaha secara terpisah melalui pihak afiliasi yang berdomisili di negara berbeda. Model usaha tersebut memicu terjadinya sejumlah transaksi afiliasi. Misalnya penjualan, pembelian, jasa manajemen, royalti, pinjaman, dll. oleh Wajib Pajak dengan pihak afiliasi yang memiliki hubungan istimewa.

Pihak afiliasi yang memiliki hubungan istimewa terjadi sebagai keterikatan satu pihak dengan pihak lainnya dengan sebab-sebab tertentu. Pertama, ada kepemilikan melalui penyertaan modal paling rendah 25 persen. Kedua, ada penguasaan melalui manajemen, teknologi, atau seseorang yang berpartisipasi dalam pengambilan keputusan. Ketiga, ada hubungan istimewa melalui hubungan keluarga sedarah atau semenda.

Baca juga:

Namun, transaksi afiliasi yang terjadi di antara pihak afiliasi dari dua negara dengan tarif pajak berbeda dapat mengakibatkan penghindaran pajak. Caranya melalui pemindahan laba dari suatu negara ke negara lain dengan tarif pajak yang lebih rendah. Hal tersebut terjadi pada saat transaksi afiliasi dilakukan dengan harga tidak wajar.

Praktik penghindaran pajak tersebut berhak diantisipasi Direktorat Jenderal Pajak (DJP) melalui koreksi pajak atas transaksi hubungan istimewa. Dasar hukumnya antara lain Pasal 18 ayat (3) UU No.7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Perpajakan (UU HPP).

Lebih lanjut, pada tanggal 29 Desember 2023 Menteri Keuangan Republik Indonesia menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan No.172 tahun 2023 tentang Penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha dalam Transaksi yang Dipengaruhi Hubungan Istimewa (PMK 172). Ini adalah upaya untuk mengatur transaksi antarpihak afiliasi.

PMK 172 ini mencabut beberapa peraturan sebelumnya. Terdiri dari 11 bab, isinya mengatur hubungan istimewa, penerapan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha, dokumentasi transfer pricing, pengujian kepatuhan penerapan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha, penyesuaian keterkaitan, prosedur persetujuan bersama, kesepakatan harga transfer dll.

PMK 172 menyatakan bahwa tiga peraturan transfer pricing sebelumnya sudah tidak berlaku lagi. Ketiganya yaituPeraturan Menteri Keuangan Nomor 213/PMK.03/2016,Peraturan Menteri Keuangan Nomor 49/PMK.03/2019, danPeraturan Menteri Keuangan Nomor 22/PMK.03/2020.

Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha

Upaya minimalisasi penghindaran pajak dalam PMK 172 dengan mewajibkan penerapan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha untuk seluruh transaksi yang dipengaruhi hubungan istimewa. Prinsip ini berlaku di dalam praktik bisnis yang sehat yang dilakukan sebagaimana transaksi independen.

Penerapannya dengan membandingkan kondisi dan indikator harga transaksi yang dipengaruhi hubungan istimewa dengan kondisi dan indikator harga transaksi independen yang sama/sebanding. Tahapan dalam penerapan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha adalah sebagai berikut. Pertama, mengidentifikasi transaksi yang dipengaruhi hubungan istimewa dan pihak afiliasi. Kedua, menganalisis industri yang terkait dengan kegiatan usaha Wajib Pajak, termasuk mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhi kinerja usaha dalam industri tersebut. Ketiga, mengidentifikasi hubungan komersial dan/atau keuangan antara Wajib Pajak dan Pihak Afiliasi dengan menganalisis kondisi transaksi. Keempat, menganalisis kesebandingan. Kelima, menentukan metode penentuan harga transfer berupa metode perbandingan harga antarpihak yang independen (CUP), metode harga penjualan kembali (RPM), metode biaya plus (CPM), metode pembagian laba (PSM), metode laba bersih transaksional (TNMM), metode perbandingan transaksi independent (CUT), metode dalam penilaian harta berwujud dan/atau harta tidak berwujud, atau metode dalam penilaian bisnis. Terakhir, menerapkan metode penentuan harga transfer dan menentukan harga transfer yang wajar.

Kewajiban Dokumen Penentuan Harga Transfer

Kepatuhan dan pembuktian bahwa transaksi yang dilakukan dengan pihak yang mempunyai hubungan istimewa telah sesuai prinsip kewajaran dan kelaziman usaha berdasarkan tiga dokumen tertulis. PMK 172 mewajibkan penyusunannya dengan nama Dokumen Penentuan Harga Transfer. Dokumen ini terdiri dari Dokumen Induk, Dokumen Lokal, dan Laporan per Negara.

Kewajiban ini ditujukan kepada Wajib Pajak yang memiliki (a) nilai peredaran bruto tahun pajak sebelumnya lebih dari Rp50 miliar; atau (b) nilai transaksi afiliasi tahun pajak sebelumnya lebih dari Rp20 miliar untuk transaksi barang berwujud atau lebih dari Rp5 miliar untuk transaksi jasa, pembayaran bunga, pemanfaatan barang tidak berwujud, atau transaksi afiliasi lainnya, atau (c) Transaksi dengan pihak afiliasi yang berada di negara atau yurisdiksi dengan tarif pajak penghasilan lebih rendah daripada tarif pajak penghasilan di Indonesia.

Dokumen Induk memuat informasi mengenai Grup Usaha dan paling sedikit terdiri atas (a) struktur dan bagan kepemilikan serta negara atau yurisdiksi masing-masing anggota, (b) kegiatan usaha yang dilakukan, (c) harta tidak berwujud yang dimiliki, (d) aktivitas keuangan dan pembiayaan; dan (e) laporan keuangan konsolidasi entitas induk dan informasi perpajakan terkait transaksi afiliasi. 

Dokumen Lokal memuat informasi mengenai Wajib Pajak dan paling sedikit memuat (a) identitas dan kegiatan usaha yang dilakukan, (b) informasi transaksi afiliasi dan transaksi independen yang dilakukan, (c) penerapan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha, (d) informasi keuangan; dan (e) peristiwa-peristiwa/kejadian-kejadian/fakta-fakta nonkeuangan yang memengaruhi pembentukan harga atau tingkat laba.

Laporan Per Negara adalah dokumen yang memuat informasi (a) alokasi penghasilan, pajak yang dibayar, dan aktivitas usaha per negara atau yurisdiksi dari seluruh anggota Grup Usaha baik di dalam negeri maupun luar negeri, yang meliputi nama negara atau yurisdiksi, penghasilan bruto, laba (rugi) sebelum pajak, pajak penghasilan yang telah dipotong, dipungut atau dibayar sendiri, pajak penghasilan terutang, modal, akumulasi laba ditahan, jumlah pegawai tetap, dan harta berwujud selain kas dan setara kas; dan (b) daftar anggota Grup Usaha dan kegiatan usaha utama per negara atau yurisdiksi.

Selanjutnya, jangka waktu penyusunan dokumen induk dan dokumen lokal harus tersedia maksimal empat bulan setelah akhir tahun pajak. Harus pula melampirkan surat pernyataan waktu pembuatannya yang ditandatangani oleh pihak penyedia Dokumen Penentuan Harga Transfer. Selain itu, ringkasan dokumen induk dan dokumen lokal akan dilampirkan pada laporan surat pemberitahuan pajak penghasilan badan pada tahun pajak yang bersangkutan. Laporan per negara juga harus disediakan paling lambat dua belas bulan setelah akhir tahun pajak.

Kerugian Wajib Pajak apabila tidak menyerahkanDokumen Penentuan Harga Transfer adalah argumentasi Wajib Pajak tentang kebijakan harga transfer tidak dapat dipertimbangkan pemeriksa dalam koreksi transfer pricing. Jelas, Wajib Pajak dalam transaksi dengan pihak afiliasi sebaiknya memiliki dokumentasi transfer pricing.

*)Gandi Siregar, Transfer Pricing Manager di SF Consulting.

Artikel Kolom ini adalah tulisan pribadi Penulis, isinya tidak mewakili pandangan Redaksi Hukumonline.

Tags:

Berita Terkait