​​​​​​​Kisah 3 Pejuang Antikorupsi
Tokoh Hukum 2018:

​​​​​​​Kisah 3 Pejuang Antikorupsi

​​​​​​​Ketiganya memiliki cara berjuang yang berbeda-beda, sesuai dengan kewenangan dan profesi mereka, terus konsisten meski hambatan yang dihadapi tak mudah.

ABE/HMQ/NEE
Bacaan 2 Menit

 

Jalan terjal bagi Novel belum berhenti. Puncaknya pada 11 April 2017, ayah 4 anak ini disiram air keras seusai sholat shubuh di dekat kediamannya. Novel pun mengalami luka serius di wajah dan kelopak mata kiri. Ia pun harus menjalani operasi pencangkokan mata di Singapura.

 

Peristiwa ini berulang kali mengundang reaksi publik yang mendesak Kepolisian untuk menuntaskan kasus penyerangan terhadap Novel ini. Hari demi hari, minggu demi minggu, bulan demi bulan. Bahkan dari tahun ke tahun kasus ini masih belum ada titik terang/temu.

 

Komnas HAM pun membentuk tim khusus untuk mengungkap kasus ini. Koalisi Masyarakat Sipil juga mendesak Presiden Joko Widodo membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF), namun upaya itu belum juga dilakukan pemerintah. Bahkan, hingga sudah lebih dari 600 hari, Novel Baswedan masih menunggu keadilan terhadap penuntasan kasusnya.

 

Saat ditemui Hukumonline di kantor KPK, Novel menganggap penyerangan terhadap dirinya tidak bisa dipisahkan dengan penyerangan terhadap KPK. Sebab, selama ini ternyata bukan hanya Novel yang menjadi korban, ada beberapa pegawai lain yang juga mengalami nasib serupa.

 

Ia mencontohkan ada pegawai KPK yang diculik saat sedang melaksanakan tugas. Sayangnya, hal ini menurut Novel luput dari pemberitaan media. Penyerangan-penyerangan seperti ini menurutnya tidak bisa dibiarkan karena bisa mengganggu upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi. Salah satunya, akan timbul perasaan takut dari pegawai KPK untuk mengungkap suatu kasus jika penyerangan terus dibiarkan.

 

“Harapan saya ini semua diungkap, sangat berbahaya serangan kepada aparat yang bekerja berantas korupsi dibiarkan tidak diungkap. Efeknya, khawatir ke depan orang yang melawan korupsi jatuh nyalinya, turun semangatnya, khawatir orang yang menyerang semakin berani karena dia bisa untuk dilindungi dan bisa tidak diungkap, sehingga tidak terlihat siapa pelakunya. Hal itu ancaman terbesar bagi pemberantasan korupsi,” ujar Novel saat berbincang dengan Hukumonline, Selasa (17/12/2018).

 

Bagi Novel, KPK tidak bisa sendirian memberantas korupsi, butuh dukungan kuat terutama pemerintah jika korupsi ingin diberangus dari bumi Indonesia. “Pemberantasan korupsi akan efektif apabila pemerintah mau mendukung dan tidak membiarkan KPK berjalan sendiri.. Tetapi kalau tidak diberikan dukungan kuat itu menjadi berat karena bisa saja ada resistansi. Saya harap ke depan KPK bisa lebih independen dan didukung pemerintah.”

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait