Komisi Nasional Disabilitas untuk Siapa?
Kolom

Komisi Nasional Disabilitas untuk Siapa?

KemenPANRB atau Sekretariat Negara seharusnya melakukan uji publik pembahasan RPerpres yang belum pernah dilakukan selama ini.

Bacaan 2 Menit

 

Dalam Pasal 129 ayat (4) huruf c menyebutkan bahwa dalam hal koordinasi, Menteri bertugas mewujudukan anggaran pelaksanaan penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak penyandang disabilitas. Penafsiran ini keliru mengingat KND bukanlah bagian dari koordinasi yang dibangun oleh Pemerintah, karena dalam Pasal 132 ayat (1) disebutkan bahwa tugas KND adalah pemantauan, evaluasi, dan advokasi dari pelaksanaan penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak penyandang disabilitas. Selain itu, KND harus dibentuk sebagai lembaga non struktural dan independen berdasarkan Pasal 131 UU Penyandang Disabilitas.

 

Selain itu, amanat penganggaran untuk KND bukan melihat kepada Pasal 129 ayat (4) huruf c tersebut, tetapi seharusnya merujuk kepada Pasal 135 ayat (1) dalam Bab Pendanaan UU Penyandang Disabilitas, yang menyebutkan bahwa Pemerintah (dan Pemerintah Daerah) wajib menyediakan anggaran bagi pelaksanaan Penghormatan, Pelindungan, dan Pemenuhan hak Penyandang Disabilitas.

 

Dalam Pasal itu subyek pelaksananya adalah Pemerintah, bukan Menteri yang merujuk kepada Menteri Sosial, sehingga masih ada ruang untuk menentukan dengan siapa KND akan dilekatkan terkait dengan penganggarannya. Pada titik inilah seharusnya menjadi acuan bagi KemenPANRB, Kementerian Keuangan, dan Sekretariat Negara untuk mengambil kebijakan melekatkan KND kepada Kementerian Hukum dan HAM atau Komisi Nasional HAM. Jangan sampai aspek administrasi mengalahkan substansi dalam upaya menempatkan disabilitas dalam isu HAM.

 

Permasalahan lain dari RPerres KND adalah terkait dengan jabatan Kepala Sekretaris KND hanya setingkat eselon III atau Jabatan Administrator yang diangkat dan diberhentikan oleh Menteri. Dengan ketentuan itu, Pemerintah sedang menempatkan KND sebagai lembaga teknis pelaksana belaka, tidak akan berdampak terhadap pengambilan kebijakan.

 

Padahal fungsi dari KND dalam UU Penyandang Disabilitas adalah pemantauan, evaluasi, dan advokasi, yang juga harus menyasar dalam tingkat kebijakan. Ketiga fungsi itu hanya dapat berjalan efektif apabila sekretariat KND dijabat oleh seorang sekretaris utama yang setara dengan eselon IA, atau minimal sebagai Kepala Sekretaris dengan jabatan eselon II.

 

Catatan terakhir terhadap draft RPerpres KND usulan dari KemenPANRB adalah dalam pengisian anggota KND, penyandang disabilitas ditempatkan hanya sebagai representasi dari ragam disabilitasnya saja, tetapi tidak dapat menjadi representasi dari profesi atau status sosialnya. KemenPANRB mengusulkan dalam RPerpres yang disusunnya bahwa anggota KND berjumlah 7 orang yang terdiri atas 4 anggota berasal dari unsur yang mewakili 4 ragam disabilitas; dan 3 anggota berasal dari unsur non penyandang disabilitas, yang dapat berasal dari unsur akademisi, praktisi, professional, dan masyarakat.

 

Ketentuan itu diskriminatif karena secara tegas menyatakan bahwa penyandang disabilitas tidak dapat masuk menjadi anggota KND dari jalur akademisi, praktisi, profesional, dan masyarakat. Seharusnya, anggota KND adalah penyandang disabilitas, atau non penyandang disabilitas yang memiliki pengalaman bekerja untuk kegiatan penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak penyandang disabilitas dalam kurun waktu tertentu. Syarat latar belakang akademisi, profesional, atau praktisi hanyalah pelengkap, bahkan apabila memang diperlukan dapat diisi sebagai tenaga pendukung dari KND.

Tags:

Berita Terkait