Persoalan penurunan indeks Corruption Preception Index (CPI) atau Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia tahun 2022 menjadi sorotan publik saat ini. Pasalnya, penurunan IPK menjadi kondisi terburuk sepanjang era reformasi. Data Transparency Indonesia (TI) menunjukan Indonesia mendapat skor 34 atau turun empat poin dari tahun sebelumnya. Catatan ini menempatkan Indonesia pada ranking 110 dari 180 negara.
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri menjelaskan, penurunan angka CPI 2022 bersumber dari tiga indikator. Pertama, political risk services (PRS) international country risk guide. Kedua, IMD world competitiveness yearbook. Ketiga, political economic risk consultancy (PERC) asia risk guide.
“Ketiga aspek ini sangat berpengaruh pada sektor prioritas di Indonesia yaitu sektor dunia usaha, sektor politik, dan sektor layanan publik,” ujarnya dalam rapat kerja di ruang Komisi III Komplek Gedung Parlemen, Kamis (9/2/2023).
Dia menerangkan, mengacu risk assessment terdapat konflik kepentingan antara politisi dan pelaku usaha. Perilaku suap sebagai upaya mendapatkan perizinan ekspor, perizinan impor, proses pemeriksaan pajak, dan pinjaman yang masih terus terjadi. Hubungan illegal politik dan bisnis, sistem kroni, nepotisme, reservasi jabatan, imbal bantuan, pendanaan rahasia juga masih masif.
Di sisi lain, penyebab menurunnya IMD world competitiveness ialah tingkat suap dan korupsi di dalam dunia usaha. Di mana terjadi persaingan usaha yang tidak sehat dengan menggunakan cara-cara kotor. Sementara penurunan PERC dipengaruhi pada persepsi korupsi di kalangan eksekutif lokal, akademisi, dan ekspatriat yang sering ditemukan di institusi.
Menurutnya, kondisi tersebut menunjukan perlunya perbaikan secara masif dan terstruktur di sektor bisnis, politik, dan hukum di Indonesia. Langkah tersebut, menurut Firli menjadi cara dalam meningkatkan skor CPI di tahun-tahun mendatang. Tapi begitu, melihat penurunan skor CPI 2022 tak membuat KPK bergeming.
Baca juga: