Lanjut S2 atau Kerja Dulu? Simak Nasihat Dekan FH UB untuk Fresh Graduate
Utama

Lanjut S2 atau Kerja Dulu? Simak Nasihat Dekan FH UB untuk Fresh Graduate

Pada dasarnya kebutuhan akan pendidikan S-2 Ilmu Hukum berbeda antara satu orang dengan yang lain. Hal ini sangat bergantung kepada dunia profesi yang akan digeluti.

Oleh:
Ferinda K Fachri
Bacaan 3 Menit
Dekan Fakultas Hukum Universitas Brawijaya (FH UB) Dr. Muchamad Ali Safa'at. Foto: RES
Dekan Fakultas Hukum Universitas Brawijaya (FH UB) Dr. Muchamad Ali Safa'at. Foto: RES

Bukan rahasia lagi kegalauan kerap dirasakan kalangan fresh graduate usai menamatkan pendidikan sarjananya tanpa terkecuali bagi jebolan sarjana hukum. Sarjana Hukum tidak jarang merasa bimbang. Apakah sebaiknya melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi yakni program S2 atau bekerja terlebih dahulu? Dekan Fakultas Hukum Universitas Brawijaya (FH UB) Dr. Muchamad Ali Safa'at membagikan pandangan dan nasihatnya.

“Kalau saat ini, sangat bergantung kepada dunia yang akan dimasukinya. Tapi masalahnya anak fresh graduate biasanya dilema. Jadi ada yang sudah ‘menemukan dirinya’ semasa kuliah S-1, ada juga yang galau. Kalau kita berbicara sebaiknya seperti apa ketika masuk dunia profesional, ya bekerja dulu jika memang belum menemukan arah (konsentrasi apa yang hendak dipilih). Tapi kalau sudah firm, ‘saya mau jadi peneliti saja’, sebaiknya masuk S-2. Apalagi kalau sekarang dosen, peneliti, macam-macam itu syaratnya S-2,” ujar Ali kepada Hukumonline di FH UB, Malang, Selasa (13/9/2022).

Ia mengatakan pada dasarnya kebutuhan akan pendidikan S-2 Ilmu Hukum berbeda antara satu orang dengan yang lain. Mengingat dari kalangan profesional hukum, misalnya seorang advokat dengan peneliti hukum tentu memiliki kebutuhan berbeda atas pendidikan tinggi hukum lanjutan. Pendidikan S2 bagi kalangan akademisi, peneliti, ilmuwan hukum merupakan hal yang sudah pasti harus dikejar, bahkan sejak fresh graduate S-1 Ilmu Hukum. Bukan hanya sebatas persyaratan profesi, namun juga karena diperlukannya pengetahuan hukum yang lebih mendalam guna melaksanakan tugas profesinya sebagai dosen, peneliti/ilmuwan hukum.

Baca Juga:

Berbeda halnya dengan pendidikan S-2 sebagai bekal atau penjunjang profesi hukum yang ditekuni. Contoh, sebagai advokat tentu yang dikedepankan ialah pengalaman bekerja di kantor hukum atau dengan kata lain memperkaya diri dengan praktik hukum di lapangan secara langsung. Sehingga, setelah 2-3 tahun berpengalaman dalam profesinya, baru akan lebih bagus jika memang menempuh S2 karena akan lebih mudah baginya memahami materi karena telah menguasai pengalaman berpraktik. Untuk itu, Ali tidak memungkiri terdapat perbedaan kebutuhan S-2 ini untuk setiap orang.

Hal lain yang harus dipikirkan matang-matang oleh calon mahasiswa S-2 terkait konsentrasi apa yang hendak dipilih? Di tengah luasnya khazanah ilmu hukum, hal ini menjadi PR (pekerjaan rumah) berat menurut beberapa orang karena fakultas hukum menawarkan beragam konsentrasi ilmu hukum studi S-2. Di FH UB sendiri sebagai contoh, terdapat berbagai macam minat/konsentrasi dalam program Magister Ilmu Hukum. Mulai dari Hukum Pidana, Hukum Ekonomi, Hukum Penyelenggaraan Negara, Hukum Agraria, sampai dengan Hukum Internasional.

“(Dalam menentukan pilihan konsentrasi) yang pertama (harus diperhatikan) adalah passion-nya. Saya kira yang disebut dengan passion itu sudah ada setidaknya mulai dari S-1. Saya misalnya suka mengurusi negara-negara begitu ya, bahkan mungkin bacaan saya lebih banyak politik dibanding bacaan hukum. Pasti saya masuk ke hukum tata negara,” ungkapnya.

Dapat juga dilihat dari konsentrasi yang sebelumnya diambil saat menempuh pendidikan tinggi hukum di jenjang S-1. Walaupun, sebetulnya bukan tidak mungkin ada perubahan di minat yang diambil pada jenjang S-2. Ketiga, memperhatikan keinginan diri sendiri untuk ke depannya. Perhatikan jurusan yang dituju selaras dengan keinginan atau cita-cita yang hendak digapai pada masa yang akan datang.

Ia berpesan bagi calon mahasiswa S-2 untuk tidak terlalu mengkhawatirkan mengenai ‘pasar’ dari tiap konsentrasinya ketika memilih minat. Seperti bila memilih Hukum Tata Negara, kemudian cemas dengan ‘pasarnya kecil’ atau ‘bersidang di MK pun perkaranya terbatas bahkan PKPU hanya 5 tahun sekali’. Faktanya, lingkup HTN sudah meluas hingga diperlukan banyak lembaga swadaya masyarakat. Akan lebih bagus lagi jika dapat menjadi politisi yang duduk di kursi legislatif.

“Banyak peluangnya. Belum kita menghitung staf ahlinya yang dibutuhkan, belum lagi ternyata banyak juga yang lulus dia masuk ke Pemerintah Daerah. Jadi tidak perlu khawatir. Begitu pula misalnya mau mengambil Hukum Islam. ‘Hukum Islam pasarnya apa?’, ‘kalau jadi lawyer masa mengurus perceraian saja’? Sebenarnya sangat luas, ada ekonomi syariah dan sebagainya. Jadi kalau soal itu menurut saya tidak perlu dikhawatirkan. Passion saja, lalu dengan passion itu kan bisa menekuni (profesi hukum terkait konsentrasi yang diambil).”

Tags:

Berita Terkait