Lantaran Covid-19, Jimly Sarankan Omnibus Law Cipta Kerja Ditunda
Berita

Lantaran Covid-19, Jimly Sarankan Omnibus Law Cipta Kerja Ditunda

Covid-19 mengubah tatanan kehidupan secara signifikan, sehingga penyusunan RUU Cipta Kerja yang dilakukan sebelum pandemi dinilai tidak lagi relevan.

Mochammad Januar Rizki
Bacaan 2 Menit

Pertama, prosedur perencanaan dan pembentukan RUU Cipta Kerja dinilai tidak sejalan dengan tata cara atau mekanisme yang telah diatur UU No.12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Pasal 5 huruf g UU No.12 Tahun 2011 menjamin hak untuk berpartisipasi dan asas keterbukaan yang menjadi elemen fundamental dalam pembentukan peraturan perundang-undangan.

Kedua, terdapat penyimpangan asas hukum lex superior derogat legi inferior dimana dalam Pasal 17 ayat (1) dan (2) RUU Cipta Kerja, menyebut Peraturan Pemerintah (PP) dapat mengubah peraturan setingkat undang-undang jika muatan materinya tidak selaras dengan kepentingan strategis RUU Cipta Kerja. 

Ketiga, RUU Cipta Kerja membutuhkan 516 peraturan pelaksana yang bertumpu pada kekuasaan dan kewenangan lembaga eksekutif. Hal ini bisa memicu terjadinya penyalahgunaan wewenang (abuse of power) dan tidak sesuai prinsip peraturan perundang-undangan yang sederhana, efektif, dan akuntabel.

Keempat, Komnas HAM menilai tidak ada UU yang kedudukannya lebih tinggi atau superior atas UU lainnya, sehingga jika RUU Cipta Kerja disahkan seolah ada UU superior. “Hal ini akan menimbulkan kekacauan tatanan hukum dan ketidakpastian hukum,” kata Sandrayati Moniaga ketika dikonfirmasi, Jumat (14/8/2020).

Kelima, pemunduran atas kewajiban negara memenuhi hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak, sehingga melanggar kewajiban realisasi progresif atas pemenuhan hak-hak sosial dan ekonomi. Misalnya, terkait dengan politik hubungan kerja yang membuka seluasnya praktik perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) atau kontrak; kemudahan pemutusan hubungan kerja (PHK); penurunan standar kelayakan dan kondisi kerja yang tidak adil terkait upah, cuti, dan istirahat; serta pemunduran dalam perlindungan hak untuk berserikat dan berorganisasi.

Keenam, terjadi pelemahan atas kewajiban negara untuk melindungi hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat, yang tercermin dari pembatasan hak untuk berpartisipasi dan hak atas informasi. Hal ini dapat dilihat dari ketentuan yang mengubah izin lingkungan menjadi persetujuan lingkungan, berkurangnya kewajiban melakukan Amdal bagi kegiatan usaha, dan pendelegasian uji kelayakan lingkungan kepada pihak swasta.

“RUU Cipta Kerja menghapus Komisi Penilai Amdal dan mengubah konsep pertanggungjawaban mutlak, sehingga mengurangi tanggung jawab korporasi dalam melakukan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup serta berpotensi terjadinya alih tanggung jawab kepada individu.”

Tags:

Berita Terkait