Masa Depan Sarjana Hukum Kita
Kolom

Masa Depan Sarjana Hukum Kita

Para sarjana hukum kita di masa mendatang perlu lebih memiliki kemampuan intrapersonal dan interpersonal yang mumpuni.

Prof. Dr.Ibnu Sina Chandranegara, S.H., M.H. Foto; Istimewa
Prof. Dr.Ibnu Sina Chandranegara, S.H., M.H. Foto; Istimewa

Masa depan merupakan sesuatu yang menarik dipertanyakan dikarenakan dapat melahirkan dua pertanyaan yang penting yaitu, apakah kita dapat memandang masa depan dengan optimis, atau justru pesimis. Suatu sikap yang optimis akan disadari apabila mengetahui bahwa kekuatan kita jauh lebih kuat daripada tantangan yang dihadapi. Sedangkan sebaliknya, kita akan bersikap pesimis ketika diketahui bahwa ternyata kemampuan yang kita miliki ternyata belum cukup untuk menghadapi tantangan di masa mendatang. Terlepas dari apapun kesimpulannya nanti, pemetaan terhadap tantangan masa depan menjadi hal yang penting karena akan terus mendorong kita untuk memiliki tekad memperkuat kapasitas diri kita.

Opini saya ini dimaksudkan untuk mampu menjawab bagaimana dengan masa depan sarjana hukum kita? Pertanyaan utama tersebut akan mampu dijawab apabila kita mampu menjawab dua pertanyaan pendahuluan: tantangan apa yang akan dihadapi sarjanan hukum kita ke depan? hal apa saja yang perlu diantisipasi oleh para sarjana hukum kita?

Apabila merunut waktu, usia pendidikan hukum di Indonesia telah berjalan lebih dari satu abad. Opleidingsschool voor de Inlandsche Rechtskundigen tercatat sebagai bentuk pertama lembaga pendidikan hukum di Indonesia yang berkedudukan yang setara dengan pendidikan menengah. Sekolah ini didirikan dengan maksud untuk mendidik pegawai pemerintah Hindia Belanda agar memahami dan memiliki keterampilan berhukum. Pada tahun 1922, Opledingsschool berubah nama menjadi Rechtsschool. Lembaga pendidikan hukum ini bertahan sampai dengan 18 Mei 1928, kemudian dibubarkan. Sebelumnya, lembaga pendidikan ini telah tidak menerima siswa baru sejak tahun 1925. Sebagai gantinya, pada tanggal 28 Oktober 1924 lembaga pendidikan tinggi hukum didirikan dengan nama Rechtshoogesschool.

Baca juga:

Sekalipun pada mulanya penyelenggaraan pendidikan hukum lebih berorientasi pada hal-hal yang pragmatis, namun demikian sejarah telah mencatat bahwa lulusan pendidikan hukum dan pendidikan tinggi hukum ini tidak hanya memiliki pemahaman dan kemahiran berhukum, tetapi juga mampu memberikan kontribusi pemikiran dan melahirkan semangat nasionalisme, terhadap kemerdekaan Indonesia. Mereka yang telah belajar hukum ini, baik pada Rechtsschool/Rechtshoogesschool maupun yang berkesempatan melanjutkan pendidikan tinggi hukum di Belanda, telah menjadi peletak dasar Indonesia sebagai Negara merdeka yang berkarakter negara (hukum) modern.

Setelah lebih dari satu abad, pendidikan tinggi hukum (Indonesia) berjalan dengan problematika keilmuan yang memunculkan berbagai spekulasi penilaian yang berbeda-beda. Di satu sisi, menilai bahwa pendidikan tinggi hukum telah berusaha untuk menjawab berbagai tantangan zaman yang terus berkembang sehingga melahirkan corak pendidikan tinggi hukum yang sedikit banyak berbeda dibandingkan dengan pendidikan hukum yang konvensional, dan ini dianggap sebagai keniscayaan (conditio sine qua non). Sementara kelompok yang lain menilai bahwa perkembangan pendidikan tinggi hukum telah melacurkan diri menjadi pendidikan sosial, dengan pendekatan dan metode ilmu-ilmu sosial, sehingga perlu dilakukan reorientasi.

Apabila merujuk evaluasi yang dilakukan oleh berbagai Guru Besar Ilmu Hukum, ternyata tujuan pendidikan hukum tidak otonom. Tujuan dari pendidikan hukum sangat bergantung pada apa yang dikehendaki oleh suatu pemerintahan ataupun kondisi yang spesifik berlaku di Indonesia. Namun, bila dilihat dari lulusan yang dihasilkan oleh fakultas hukum, berbagai tujuan pendidikan hukum tidak berpengaruh secara signifikan. Terlepas berbagai beberapa pandangan tersebut, pendidikan tinggi hukum memiliki peran yang penting dalam pencapaian tujuan negara.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait