Masalah Kompetensi Relatif Dalam Perkara Merek yang Melibatkan Pihak Asing
Kolom

Masalah Kompetensi Relatif Dalam Perkara Merek yang Melibatkan Pihak Asing

Ketidakjelasan mengenai Pengadilan Niaga manakah yang berwenang dalam menangani gugatan merek yang melibatkan Pihak Asing akibat sistematika dan redaksional dalam UU Merek akan menimbulkan permasalahan dalam praktek dan dapat digunakan oleh pihak yang ‘beritikad tidak baik’ dengan menggunakan ‘kelemahan’ yang ada dalam UU Merek untuk ‘membuat sulit’ pihak yang sedang berjuang untuk mempertahankan haknya,.

Bacaan 2 Menit

Pasal 80 ayat (2) UU Merek menyebutkan “dalam hal tergugat bertempat tinggal di luar wilayah Indonesia, gugatan tersebut diajukan kepada Ketua Pengadilan Niaga Jakarta Pusat”. Namun demikian terhadap penggugat yang merupakan pihak asing tidak terdapat rujukan apapun dalam ketentuan umum tersebut, maka menurut Penulis harus merujuk pada ketentuan umum hukum acara perdata yang berlaku dalam Pasal 118 HIR/142 RBG yaitu gugatan diajukan kepada Pengadilan Niaga yang mencakup wilayah hukum tempat tinggal atau tempat kediaman tergugat.

Gugatan Pembatalan Merek
Terkait dengan gugatan pembatalan merek yang melibatkan Pihak Asing diatur secara jelas dalam Pasal 68 ayat (4) UU Merek yang berbunyi sebagai berikut: “Dalam hal penggugat atau tergugat bertempat tinggal di luar wilayah negara Republik Indonesia, gugatan diajukan kepada Pangadilan Niaga di Jakarta”. Yang mana ketentuan ini merupakan lex specialis dari ketentuan hukum acara perdata yang diatur dalam HIR/RBG.

Penulis tidak memahami alasan dari pembuat UU Merek yang mengatur mengenai apabila pihak penggugat adalah pihak asing maka gugatan pembatalan merek harus diajukan melalui Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, bukankah ketentuan tersebut akan merugikan juga warga negara dan badan hukum Indonesia. Apalagi gugatan pembatalan merek yang diajukan tersebut belum tentu terbukti kebenarannya tetapi telah membuat ‘beban’ bagi pihak tergugat yang notabene warga negara dan badan hukum Indonesia.

Sebagai contoh, pihak asing yang berasal dari Amerika Serikat mengajukan gugatan pembatalan merek atas merek yang dimiliki oleh Perseroan Terbatas yang didirikan berdasarkan hukum Indonesia serta berdomisili di Makassar. Berdasarkan Pasal 68 ayat (4) UU Merek maka gugatan pembatalan merek oleh pihak asing tersebut harus diajukan di hadapan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Bukankah ketentuan tersebut justru merugikan badan hukum Indonesia, dimana Tergugat harus dibebani dengan kewajiban untuk hadir pada pengadilan yang jauh dari tempat kedudukannya.

Mengapa pembuat undang-undang dahulu tidak berpikir untuk ‘mengedepankan’ ketentuan asas actor sequitur forum rei, dimana gugatan harus diajukan di tempat tinggal atau tempat kediaman dari tergugat, yang mana tentunya menguntungkan bagi warga negara dan badan hukum Indonesia.

Mengenai gugatan pembatalan merek dimana tergugat adalah pihak asing yang berdasarkan ketentuan Pasal 68 ayat (4) UU Merek harus diajukan di hadapan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, menurut Penulis hal tersebut lebih dapat dipahami untuk mempermudah atau mempercepat panggilan kepada pihak asing mengingat Kementerian Luar Negeri c.q. Direktorat Jenderal Protokol berada wilayah hukum Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, sehingga untuk menyampaikan relaas panggilan terhadap pihak asing, relaasnya dapat disampaikan secara langsung oleh juru sita pada Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat kepada Direktorat Jenderal Protokol yang berada di wilayah hukum Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Hal tersebut sejalan dengan pedoman Mahkamah Agung Republik Indonesia mengenai hukum acara perdata dalam hal tergugat bertempat tinggal/berkediaman di luar negeri [Vide halaman 52 s/d 53 Buku II Pedoman Pelaksaanan Tugas dan Administrasi Pengadilan Dalam Empat Lingkungan Peradilan, Tahun 2007, yang diterbitkan oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia Tahun 2009].  Gugatan yang diajukan melalui Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat secara teknis akan mempercepat proses pemanggilan para pihak dibandingkan apabila gugatan tersebut diajukan pada pengadilan di tempat tinggal atau tempat kediaman penggugat yang kebetulan berada di luar wilayah hukum Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Tags:

Berita Terkait