Melarang Eks Koruptor Ikut Pilkada Bukan Kewenangan KPU
Berita

Melarang Eks Koruptor Ikut Pilkada Bukan Kewenangan KPU

DPR menganggap pembuatan aturan larangan mantan narapidana korupsi ikut Pilkada 2020 harus merevisi UU 10/2016 yang dapat dilakukan DPR periode berikutnya.

Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Gedung KPU. Foto: RES
Gedung KPU. Foto: RES

Komisi Pemilihan Umum (KPU) kembali menggulirkan wacana larangan mantan narapidana kasus korupsi menjadi pejabat publik. Setelah larangan mantan koruptor menjadi bakal calon anggota legislatif (bacaleg) dalam Pemilu 2019, kini mewacanakan larangan mantan narapidana koruptor untuk menjadi calon kepala daerah dalam pemilihan kepala daerah (Pilkada) pada 2020 mendatang. Wacana ini menuai beragam pandangan.  

 

Wakil Ketua Komisi II DPR Herman Khaeron mengatakan wacana KPU bakal membuat peraturan KPU yang memasukkan aturan larangan mantan narapidana koruptor menjadi calon kepala daerah dalam Pilkada 2020, tak masalah. Asalkan, kata dia, usulan pembuatan aturan larangan tersebut tidak “menabrak” peraturan perundang-undangan diatasnya yakni UU No.10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Walikota (UU Pilkada).

 

Dia meminta agar KPU mengkonsultasikan wacana ini terlebih dahulu kepada Komisi II DPR agar tidak menimbulkan polemik di masyarakat. Baginya, peraturan KPU dapat menentukan apapun gagasan dan usulan yang dipandang positif. Namun, usulan atau gagasan yang bakal dituangkan dalam peraturan KPU mesti dikonsultasikan terlebih dahulu dengan komisi terkait karena ini menyangkut usulan adanya revisi UU Pilkada.

 

“Bagaimana nanti tanggapan DPR, tentu melihat urgensinya,” ujar Herman Khaeron kepada wartawan di Komplek Gedung Parlemen, Kamis (1/8/2019) kemarin. Baca Juga: MA Diminta Segera Akhiri Polemik Larangan Eks Koruptor Nyaleg

 

Menurutnya, jika peraturan KPU yang memuat larangan mantan koruptor menjadi calon kepala daerah tidak sesuai dengan UU No.10 Tahun 2016, maka UU Pilkada itu perlu direvisi. Persoalannya, untuk merevisi UU 10/2016 hanya dapat dilakukan DPR periode 2019-2024 mendatang. Sebab, keanggotaan DPR periode 2014-2019 hanya tersisa dua bulan ke depan.

 

“Bila hendak digunakan kewenangan Presiden dengan menebitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) pun harus memenuhi syarat-syaratnya. Ini bisa dilihat dalam UU 10/2016,” kata dia.

 

Komisioner KPU Ilham Saputra mengakui lembaganya menginginkan ada aturan tegas soal larangan mantan narapidana korupsi nyalon kepala daerah. KPU belajar dari pengalaman sebelumnya saat pemilihan calon anggota legislatif yang tidak ada aturan larangan narapidana korupsi ketika menjadi calon anggota legislatif.

 

Kemudian, KPU menerbitkan Peraturan KPU No.20 Tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota Legislatif yang melarang eks napi koruptor maju dalam pencalegan dan menimbulkan polemik hingga berujung uji materi di Mahkamah Agung (MA). Karena itu, untuk memperkuat aturan larangan mantan narapidana korupsi dalam Pilkada 2020, revisi UU 10/2016 menjadi keharusan.

 

KPU tak ingin mengulang peristiwa yang sama saat pencalonan anggota legislatif dalam Pemilu 2019 lalu yang menyulut perbedaan pandangan antara KPU dan Bawaslu. “Memang harapan agar bisa merevisi UU 10/2016 sepertinya agak sulit dalam waktu dekat, akibat keterbatasan waktu DPR periode saat ini,” katanya.

 

Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri (Sekjen Kemendagri) Hadi Prabowo mendukung gagasan KPU yang berencana membuat syarat larangan mantan koruptor ikut Pilkada 2020. Hal ini sebagai upaya memperbaiki persyaratan bagi calon yang bakal maju dalam Pilkada 2020 mendatang. “Ya pasti ya (mendukung usulan itu, red),” ujarnya sebagaimana dilansir dari Antara.

 

Meski demikian, Kemendagri hanya pelaksana dari UU. Sementara regulatornya dari KPU. Namun, jika aturan ini bakal merevisi UU No. 10/2016, Kemendagri bakal mendukung dan terus memantau tindak lanjut soal wacana pembuatan aturan tersebut. “Kami belum bisa memprediksi (jadi tidaknya aturan tersebut, red). Yang jelas integritas seorang pemimpin itu sangat dibutuhkan,” ujarnya.

 

Sementara Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menilai KPU hanya pelaksana dari UU, bukan pembuat aturan setingkat Undang-Undang. Menurutnya, KPU dapat membuat aturan turunan dari delegasi pelaksanaan UU Pilkada. Karena itu, peraturan yang dibuat KPU tak boleh bertentangan dengan UU diatasnya atau mengacu UU No. 10/2016.

 

Dia mengingatkan kewenangan membuat aturan larangan mantan narapidana koruptor ikut Pilkada 20201 ada di tangan DPR, bukan KPU. Menurutnya, tugas KPU wajib menjaga administrasi penyelenggaraan pemilu/pilkada saja. Sebab, pembatasan hak warga negara menjadi kewenangan pembentuk UU.    

 

“Jangan merampas hak orang menggunakan peraturan KPU. Jangan (pula) ikut membuat politik penyelenggaraan pemilu, karena itu wilayahnya DPR, domain politik,” katanya mengingatkan.   

Tags:

Berita Terkait