Melek Omnibus Law I: Mengurai Problematika Pengupahan
RUU Cipta Kerja:

Melek Omnibus Law I: Mengurai Problematika Pengupahan

Pemerintah menegaskan upah minimum dipastikan tidak akan turun dan tidak dapat ditangguhkan, terlepas bagaimanapun kondisi pengusahanya. Kalangan buruh menilai sebaliknya.

Oleh:
Agus Sahbani/Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit

 

Dalam RUU Cipta Kerja mengenal dua jenis upah yakni upah minimum dan upah satuan waktu dan hasil (per jam). Upah minimum ini dibagi tiga jenis: upah minimum provinsi; upah minimum industri padat karya yang formulanya diatur dalam PP; dan upah minimum usaha mikro kecil menengah (UMKM) didasarkan pada kesepakatan antara pekerja dan pengusaha. Sedangkan struktur dan skala upah satuan waktu (per jam) disusun oleh perusahaan (Pasal 92 RUU Cipta Kerja).

 

Sedangkan upah di atas upah minimum ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara pengusaha dengan pekerja/buruh tanpa memperhatikan golongan, jabatan, masa kerja, pendidikan, dan kompetensi. Sebab, frasa “memperhatikan golongan, jabatan, masa kerja, pendidikan, dan kompetensi” dalam Pasal 92 UU Ketenagakerjaan dihapus melalui perubahan Pasal 92 RUU Cipta Kerja. Baca Juga: Mempertanyakan Pasal UU Terdampak dalam Omnibus Law

 

Terkait upah minimum ini, RUU Cipta Kerja menghapus mekanisme penetapan upah minimum oleh gubernur berdasarkan rekomendasi dewan pengupahan daerah (provinsi dan kabupaten/kota) melalui survei KHL yang diatur Pasal 89 ayat (3) UU Ketenagakerjaan. RUU Cipta Kerja hanya mengatur kelembagaan Dewan Pengupahan (secara terpusat), sehingga seolah menghapus keberadaan struktur Dewan Pengupahan Daerah.

 

Selain itu, RUU Cipta Kerja menghapus ketentuan larangan pengusaha membayar upah lebih rendah atau di bawah upah minimum dan mekanisme penangguhan pembayaran upah minimum, termasuk menghapus sanksi denda dengan persentase tertentu dari upah pekerja, jika pengusaha terlambat membayar upah karena sengaja atau lalai.

 

Tak hanya itu, RUU Cipta Kerja disinyalir memangkas beberapa hak upah karena cuti pekerja/buruh ketika tidak masuk kerja dalam kondisi tertentu yang dalam Pasal 93 ayat (2) UU Ketenagakerjaan upahnya tetap wajib dibayar perusahaan. Namun, dalam Pasal 93 RUU Cipta Kerja, seperti pekerja yang sedang haid, melahirkan, menikah, menjalankan perintah agama, dan lainnya seolah tidak lagi dibayar upahnya.

 

 

Hukumonline.com

 

 

 

Hukumonline.com

 

Dalam sebuah kesempatan, Menteri Tenaga Kerja Ida Fauzia pernah mengatakan RUU Cipta Kerja akan mengatur 3 jenis upah minimum yaitu upah minimum provinsi, upah minimum padat karya, dan upah minimum usaha mikro kecil menengah. Hal tersebut akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah (PP). Baca Juga: Rasionalitas RUU Cipta Kerja Atur Upah Per Jam

 

Sekretaris Direktur Jenderal Pengadilan Hubungan Industrial (Sesdirjen PHI) Kementerian Ketenagakerjaan Andriani menerangkan selain upah minimum, ada jenis upah per jam. Dia menjelaskan selama ini regulasi hanya mengatur upah bulanan dan harian. Saat ini belum ada peraturan tentang upah per jam. Padahal melihat perkembangan zaman dan kemajuan teknologi, pengaturan ini sangat dibutuhkan.

Tags:

Berita Terkait