Memahami Akibat Hukum Perceraian Qabla Al-Dukhul
Seluk Beluk Hukum Keluarga

Memahami Akibat Hukum Perceraian Qabla Al-Dukhul

Perceraian qabla al-dukhul memiliki banyak dampak negatif.

Oleh:
Mochamad Januar Rizki
Bacaan 6 Menit

Baca:

Hak dan Kewajiban Suami-Istri

Akibat perceraian qabla al-dukhul memang hanya berimbas pada persoalan pemberian mas kawin dan nafkah dari suami kepada istri dan anak dari luar pernikahan. Mengenai harta perkawinan atau pembagian harta gono gini tidak menjadi pembahasan karena rata-rata usia perkawinan belum lama terjadi dan belum ada harta pencarian bersama yang dihasilkan.

Perceraian qabla al-dukhul ini dapat terjadi karena suami meninggal sebelum melakukan hubungan intim suami-istri atau terjadi karena suami mengajukan permohonan talak ke pengadilan. Kedua perbedaan kondisi ini juga memiliki dampak yang berbeda, maka dari itu pembahasan dampaknya akan dipisahkan.

Akibat hukum perceraian qabla al-dukhul apabila suami meninggal dunia sebelum melakukan hubungan intim sebagai suami-istri, maka mengenai mas kawin atau mahar, nafkah, dan mewaris, istri tersebut tetap memperoleh haknya sebagaimana hak istri yang telah dicampuri suaminya. Hal ini didasarkan pada penghormatan sebagai wanita dan kondisi tersebut terjadi bukan karena kehendak tetapi takdir dari Ilahi. Pernyataan ini dikuatkan berdasarkan mazhab dari imam Maliki dan Syafi’i. Sedangkan terhadap anak di luar pernikahan tidak mendapatkan hak nafkah maupun hak mewaris dari suami ibunya tersebut.

Sementara itu, akibat hukum perceraian qabla al-dukhul apabila suami mengajukan permohonan talak ke Pengadilan Agama, maka akibat hukum terhadap mas kawin atau mahar dari suami apabila mahar tersebut telah dilunasi pada saat perkawinan dilangsungkan maka mahar tersebut tetap menjadi hak bagi istri. Sedangkan, apabila mahar tersebut belum lunas alias masih ditangguhkan atau dihutang, maka berdasarkan Kompilasi Hukum Islam (KHI) Pasal 35 ayat (1) disebutkan bahwa apabila suami yang menalak istrinya qabla al-dukhul wajib membayar setengah mahar yang telah ditentukan dalam akad nikah.

Bagaimana dengan nafkah dan mewaris? Berdasarkan ketentuan Pasal 149 KHI, istri yang diceraikan qabla al-dukhul tidak berhak atas mut’ah, nafkah maupun atas warisan dari suami, tetapi apabila suami dengan alasan kemanusiaan mau memberikan tidak dilarang.

Lalu, bagaimana anak di luar pernikahan? Anak di luar pernikahan tidak berhak atas nafkah maupun warisan dari suami ibunya. Hal ini didasari dengan ketentuan Pasal 43 Undang-undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan jo Pasal 100 KHI, bahwa anak yang tidak sah atau lahir di luar perkawinan hanya memiliki hubungan nasab dengan ibunya.

Putusan Pengadilan

Berbagai putusan perceraian qabla al-dukhul yang dikeluarkan oleh Pengadilan Agama, memang rata-rata memberikan putusan pembebasan kewajiban suami untuk memberikan mut’ah (uang atau benda berharga), nafkah, dan waris kepada istri yang diceraikan. Hal ini dilakukan dengan mendasarkan putusan pada ketentuan dari peraturan perundang-undangan yang berlaku, khususnya ketentuan yang terdapat dalam KHI.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait