Mencegah Potensi Kecurangan Verifikasi dalam Partai Politik
Terbaru

Mencegah Potensi Kecurangan Verifikasi dalam Partai Politik

Tertutupnya akses informasi perkembangan verifikasi partai politik kepada masyarakat bertentangan dengan Pasal 7 ayat (1) UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik dan UU Pemilu terkait prinsip terbuka dan akuntabel penyelenggaraan pemilu.

Rofiq Hidayat
Bacaan 4 Menit

Kurnia melanjutkan bila data persyaratan partai politik tidak terbuka malah menimbulkan kecurigaan publik. Hal ini agar proses verifikasi faktual yang berjalan sesuai UU No.7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan berbagai Peraturan KPU, serta prinsip-prinsip kepemiluan yang mandiri, jujur, adil, berkepastian hukum, tertib, terbuka, proporsional, profesional, akuntabel, efektif, efisien dan aksesibel.

Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Indonesia, Muhammad Nur Ramadhan berpendapat tertutupnya data hasil proses verifikasi faktual bertentangan dengan semangat Putusan MK Nomor 53/PUU-XV/2017 yang menyatakan proses verifikasi administrasi dan faktual bertujuan untuk melakukan penyederhanaan jumlah partai politik. Tapi, penyederhanaan tidak dapat dilakukan dengan memberlakukan syarat-syarat yang berlainan terhadap masing-masing partai politik.

“Penyederhanaan partai politik dapat dilakukan dengan menentukan syarat-syarat administratif tertentu untuk mengikuti pemilihan umum. Jika data tidak dibuka, semangat untuk mengawal dan memastikan proses verifikasi telah sesuai dengan tujuannya sangat sulit dilakukan,” kata dia.

Baginya, tertutupnya akses informasi perkembangan verifikasi partai politik kepada masyarakat bertentangan dengan Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Apalagi informasi perkembangan verifikasi faktual partai politik tidak tergolong sebagai informasi yang dikecualikan sebagaimana diatur dalam Pasal 17 UU 14/2008.

“Bukan cuma itu, rezim ketertutupan KPU ini juga melanggar Pasal 3 huruf f dan i UU No.7/2017 tentang Pemilu terkait prinsip terbuka dan akuntabel penyelenggaraan pemilu yang dilakukan oleh KPU.”

Sementara tertutupnya akses publik terhadap Sipol yang dilakukan KPU malah turut menyinggung   prinsip penyelenggaraan pemilu sebagaimana tertuang dalam Peraturan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum (PerDKPP) No.2 Tahun 2017 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilihan Umum (PerDKPP 2/2017). Khususnya menabrak Pasal 6 ayat (2) huruf d, Pasal 6 ayat (3) huruf d, dan Pasal 6 ayat (3) huruf i PerDKPP 2/2017 tentang Akuntabel, Terbuka, dan Kepentingan Umum. 

Pola kecurangan

Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Kahfi Adlan Hafiz melanjutkan dugaan pelanggaran tersebut menimbulkan kecurigaan di tengah publik. Antara lain soal kebenaran proses verifikasi faktual partai politik. Sebab, bukan tidak mungkin di rezim ketertutupan tersebut terdapat oknum yang berupaya menguntungkan partai politik tertentu, dengan cara meloloskannya menjadi Peserta Pemilu.

Tags:

Berita Terkait