Mendesak, Aspermigas dan Praktisi Dorong Segera Revisi UU Migas
Terbaru

Mendesak, Aspermigas dan Praktisi Dorong Segera Revisi UU Migas

UU Migas tidak mendukung kepentingan nasional. Mahkamah Konstitusi sudah memberi amanat segera merevisi UU Migas satu dekade lalu.

Normand Edwin Elnizar
Bacaan 3 Menit

Selektif yang dimaksud adalah dalam memilih negara produsen migas yang paling banyak memberi insentif. Investor bisnis migas akan lebih tertarik pada negara yang menyediakan regulasi paling kondusif.

Penjelasan Moshe dibenarkan oleh Ali. “Kebutuhan migas dalam negeri kita saja sebagian besar dari impor. Itu antara lain karena target investasi bisnis migas tidak tercapai. Indonesia tidak menarik di mata investor,” lanjutnya.

Ali menjelaskan ada tiga pertimbangan investor bisnis migas saat memilih lokasi investasi. Pertama adalah ketersediaan cadangan migas. Kedua adalah insentif fiskal. Ketiga adalah soal kepastian hukum terkait industri migas. “Masalah kita sekarang di UU Migas soal kepastian hukum dan insentifnya,” ujarnya.

Ia menyebut sejumlah masalah kepastian hukum yang menimpa investor. Pernah terjadi sengketa bisnis migas di Indonesia dengan investor asing dibawa pada ranah pidana. “Investor itu terikat dengan kontrak secara perdata. Mereka ingin agar segala sengketa diselesaikan berdasarkan kesepakatan dalam kontrak, bukan jadi masalah pidana,” kata Ali yang juga dosen di program Magister Hukum dan Bisnis Energi Universitas Padjadjaran.

Diingatkannya bahwa Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 36/PUU-X/2012 sebenarnya sudah memberi amanat segera merevisi UU Migas. Saat ini sudah sepuluh tahun berlalu, tapi belum juga ada UU Migas yang baru.

Dia menambahkan revisi UU Migas yang lebih baik akan menolong kebutuhan dalam negeri. “Revisi UU Migas bisa membantu kebutuhan dalam negeri yang masih bergantung pada impor migas.” Ia melihat peningkatan produksi migas juga akan menunjang pemenuhan kebutuhan dalam negeri alih-alih bergantung pada impor.

Tags:

Berita Terkait