Mendorong Pembentukan Pokja Nasional RUU Sisdiknas
Terbaru

Mendorong Pembentukan Pokja Nasional RUU Sisdiknas

Agar membuka ruang konsultasi, termasuk merumuskan draf RUU tandingan serta daftar inventarisasi masalah terhadap draf RUU yang disusun pemerintah.

Rofiq Hidayat
Bacaan 3 Menit

Dikatakan Huda, pemerintah menginisiasi membuat website konsultasi seperti halnya saat RUU Cipta Kerja berpolemik. Pemerintah pun membuat website agar masyarakat memberikan masukan dan kritik serta melibatkan peran serta publik. Tapi bagi Huda, pertemuan publik secara fisik dengan pemerintah jauh lebih dibutuhkan ketimbang sebatas memberikan masukan melalui website yang terbatas sifatnya.

“Jadi masih butuh pertemuan publik, hadir fisik Mas Menteri (Mendikbudristek, red), berdialog. Saya menyebutnya membuka ruang dialog yang seluas-luasnya. Dan kalau masih memakai mesin saya kira kurang pas,” katanya.

Kepala Departemen Penelitian dan Pengembangan Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI) Sumardiansyah mengamini pandangan Huda. Menurutnya, PGRI memimpikan adanya gagasan dan ide dalam menciptakan rancangan sistem pendidikan yang ideal sebagai produk konstitusi. Setidaknya produk UU yang mampu mempersatukan dunia pendidikan nasional.

Menurutnya, dalam pembuatan regulasi setingkat UU, perlu memenuhin proses tahapan yang benar yang dilakukan Kemendikbudristek. Saat ide Sisdiknas digagas, PGRI merespon positif. Tapi menjadi soal saat perumusan RUU tanpa melibatkan partisipasi masyarakat secara bermakna. Termasuk studi banding, studi evaluasi terhadap UU No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), UU No.14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, dan UU No.12 Tahun 2012 tentang Perguruan Tinggi.

“Baru masuk ke tahapan selanjutnya, naskah akademik. Dalam naskah akademik itu nanti masuk yang namanya pembuatan peta jalan pendidikan, sampai ada diskusi terkumpul, kemudian baru uji publik,” kata dia.

Soal metode omnibus law yang bakal digunakan dalam mengintegrasikan UU 20/2003, UU 14/2005, dan UU 12/2012 menjadi RUU Sisdiknas pun patut dipertanyakan. Dia menilai metode omnibus law yang menjadi rujukan dalam membuat UU No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja pun bermasalah. Sebab, putusan MK atas uji materi UU 11/2020 menilai metode omnibus law tidak terdapat dan dianut dalam UU No.12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

“Kita seringkali terjebak pada narasi dengan adanya omnibus law, maka pendidikan kita menjadi lebih baik. Faktanya role modelnya juga belum ada UU Cipta Kerja juga bermasalah,” ujarnya.

Pengamat pendidikan, Asep Sapaat berpandangan pemerintah mesti memberikan ruang lebih bagi stakeholder pendidikan, serta elemen masyarakat. Menurutnya setiap stakehoder pendidikan memiliki pemikiran dan gagasan dalam memajukan dunia pendidikan nasional. Termasuk soal tenaga pendidik seperti guru dan dosen.

“Jadi Mas Mendikbudristek beri ruang lebih banyak waktu untuk bicara, karena kalau bicara dokumen juga agak jadi malah tidak mendapat jawaban kenapa perlu direvisi UU Sisdiknas itu,” katanya.

Tags:

Berita Terkait