Mendorong Pemerintah Meregulasi Artificial Intelligence
Terbaru

Mendorong Pemerintah Meregulasi Artificial Intelligence

Negara harus mengelolanya melalui aturan hukum untuk meminimalisir dampak kemudaratan AI.

Rofiq Hidayat
Bacaan 3 Menit
Guru Besar Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Prof Ahmad Tholabi Kharlie. Foto: Istimewa
Guru Besar Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Prof Ahmad Tholabi Kharlie. Foto: Istimewa

Keberadaan artificial intelegensia (AI)  alias kecerdasan buatan telah menjadi bagian dalam kehidupan sehari-hari. Tapi ada dampak besar yang menimpa berbagai bidang. Seperti dunia pendidikan hingga sektor ekonomi dan politik. Karenanya dibutuhkan regulasi yang mengatur secara detil keberadaan AI. Setidaknya bertujuan agar terdapat mekanisme perlindungan terhadap hak warga negara.

Guru Besar Fakultas Syariah dan Hukum (FSH) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Prof Ahmad Tholabi Kharlie berpadandangan, keberadaan AI di Indonesia menambah khazanah baru dalam tata kelola digital di Indonesia. Tapi, AI merupakan konsekuensi logis dari keberadaan era digitalisasi. Karenanya AI mesti dikelola dengan baik. Sebab AI pun dapat melahirkan aspek positif maupun negatif.

“Negara harus mengelolanya melalui aturan hukum untuk meminimalisir dampak kemudaratan AI,” ujarnya melalui keterangannya, Kamis (22/6/2023).

Baca juga:

Pria yang menjabat Wakil Rektor Bidang Akademik UIN Syarif Hidayatullah ini menyebut keberadaan AI secara nyata bersinggungan dengan aspek etika dan hukum. Menurutnya, isu besar yang muncul akibat keberadaan AI ini di antaranya soal hak cipta (copy right) yang cukup rentan dilanggar akibat keberadaan AI.

Tholabi menyebutkan, di bidang akademik AI memberi tantangan yang kompleks dalam menghadirkan otentisitas dan originalitas karya ilmiah. Baginya dunia pendidikan belum rampung menghadapi keberadaan digital melalui mesin pencari seperti Google terkait menjaga orisinalitas dan otentisitas karya ilmiah.

“Sekarang kita justru dihadapkan keberadaan AI yang jauh lebih canggih dan kompleks,” katanya.

Mantan Dekan FSH UIN Syarif Hidayatullah itu mengingatkan keberadaan AI yang diwujudkan dalam bentuk teks, audio, video, dan gambar rentan menjadi medium untuk tindakan yang keluar dari etika dan hukum. Nah,  situasi tersebut patut diwaspadai saat momentum politik seperti pemilu dan pilkada di tahun 2024 mendatang.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait