Mendorong Percepatan Nasib RUU Perampasan Aset
Utama

Mendorong Percepatan Nasib RUU Perampasan Aset

Proses legislasi di bawah bayang-bayang elit politik. Anggota DPR harus bekerja pada kepentingan publik bukan elit politik meskipun pintu masuknya dari partai politik.

Oleh:
Mochamad Januar Rizki
Bacaan 4 Menit
Diskusi daring bertajuk 'Menyoal Komitmen Pembahasan RUU Perampasan Aset', Minggu (2/4/2023). Foto: Tangkapan layar youtube
Diskusi daring bertajuk 'Menyoal Komitmen Pembahasan RUU Perampasan Aset', Minggu (2/4/2023). Foto: Tangkapan layar youtube

“Mungkin (UU) Perampasan Aset bisa (disahkan, red). Tapi harus bicara dengan para Ketum Partai dulu. Kalau di sini gak bisa”. Pernyataan itu meluncur dari bibir Ketua Komisi III Bambang Wuryanto alias Bambang Pacul saat menanggapi permintaan Menkopolhukam Mahfud MD agar nasib RUU Perampasan Aset dapat menjadi prioritas dalam rapat pekan lalu di Gedung DPR. Pernyataan Bambang Pacul seolah mencerminkan wakil rakyat di parlemen sejatinya bukanlah wakil rakyat, tapi hanya petugas partai yang patuh tunduk atas perintah Ketua Umum Partai Politik (Parpol).

Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (FH UII) Ari Wibowo mengaku kecewa berat dengan pernyataan pimpinan Komisi III DPR Bambang Pacul soal RUU Perampasan Aset. Sebab, pernyataan politisi Partai Demokasi Indonesia Perjuangan itu tidak mencerminkan seorang wakil rakyat. Pasalnya, persetujuan nasib RUU Perampasan Aset bergantung perintah Ketum Parpol. Padahal, RUU Perampasan Aset penting segera disahkan untuk memperkuat upaya pemberantasan korupsi yang makin melemah saat ini.

“Ini mengindikasikan secara eksplisit bahwa proses legislasi di bawah bayang-bayang elit politik. Anggota DPR harus bekerja pada kepentingan publik, bukan elit politik meskipun pintu masuknya dari partai politik,” ujarnya dalam diskusi daring bertajuk “Menyoal Komitmen Pembahasan RUU Perampasan Aset”, Minggu (2/4/2023) kemarin.

Baca Juga:

Ari menyampaikan RUU Perampasan Aset telah dikaji dalam berbagai forum akademis. Dia menilai dari berbagai forum tersebut bahwa RUU Perampasan Aset perlu segerah dibahas dan disahkan menjadi UU. Dengan kehadiran RUU Perampasan Aset, setidaknya langkah pro justicia berupa penyitaan hasil kejahatan dan kekayaan koruptor bakal lebih efisien dibandingkan dengan regulasi saat ini.

“RUU Perampasan Aset lewat substansinya akan lebih efisien. Aset yang berada di luar negeri sulit sekali dikembalikan ke Indonesia ini juga diberi solusi dalam RUU Perampasan Aset. Mari bersama-sama untuk segera bahas RUU ini dan segera sahkan jadi UU, tanpa pengesahan RUU Perampasan Aset maka tidak efektif dan efesien,” ujarnya.

Sementara Koordinator Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan Indonesia Corruption Watch (ICW Laola Easter, berpandangan proses RUU Perampasan Aset mengalami stagnasi oleh para pembentuk UU. Perampasan aset merupakan alternatif dari penegakan hukum selain operasi tangkap tangan (OTT) dan pemidanaan badan yang cara tersebut dinilai Laola tidak disukai pemerintah.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait