Menggugat Ketentuan Bunga Pinjaman dalam KUHPerdata
Terbaru

Menggugat Ketentuan Bunga Pinjaman dalam KUHPerdata

Majelis diminta membatalkan Pasal 1765, Pasal 1766, Pasal 1767, Pasal 1768 KUHPerdata karena bertentangan dengan UUD Tahun 1945 dan mengandung unsur riba agar tidak tergolong dalam kelompok yang mensahkan berlakunya riba bagi umat Islam di Indonesia. Majelis mempertanyakan Pasal 1 ayat (1) UUD Tahun 1945 sebagai pasal batu uji.

Agus Sahbani
Bacaan 4 Menit

Menurut pemohon, KUHPerdata yang berlaku di Negara Republik Indonesia adalah murni peninggalan produk hukum Hindia Belanda yang belum pernah sekalipun mengalami amendemen dan merupakan terjemahan asli Burgerlijk Wetboek (BW) yang mana masih banyak unsur-unsur dalam KUHPerdata yang tidak sesuai dengan adat ketimuran maupun kehidupan keagamaan di wilayah Indonesia yang berlandaskan Pancasila.

“Dengan demikian, sudah sepatutnya Majelis Hakim MK menyatakan ketentuan yang diatur dalam Pasal 1765, Pasal 1766, Pasal 1767, dan Pasal 1768 KUHPerdata bertentangan dengan Pasal 1 ayat (1) UUD Tahun 1945,” tegasnya.

Selain itu, sambung Irwan, kata “bunga” dalam Pasal 1765, Pasal 1766, Pasal 1767, dan Pasal 1768 murni peninggalan Hindia Belanda yang diambil dari Code Napoleon, sehingga sangat tidak bersesuaian dengan semangat ekonomi Pancasila yang berlaku di Indonesia dimana mengutamakan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Menurutnya, klausul “bunga” dalam pasal yang menjadi objek permohonan iniselain membuat tidak terjaminnya kemerdekaan para pemohon dalam kebebasan menjalankan agama Islam, juga sangat tidak berkeadilan. Mengingat dosa riba mengena pihak berutang, yang mengutangkan, dan yang mencatatkan dianggap sebagai pelaku riba.

“Sudah sepatutnya Majelis Hakim Konstitusi membatalkan objek permohonan a quo, sehingga tidak tergolong dalam kelompok yang mensahkan berlakunya riba bagi umat Islam di Indonesia,” tegasnya.

Saran Majelis

Menanggapi permohonan, Anggota Majelis Panel Arief Hidayat meminta pemohon menguraikan kerugian konstitusional yang dialami apakah bersifat potensial atau aktual. “Kerugian itu memang disebabkan oleh pasal ini jadi ada sebab akibat, kerugiannya potensial atau actual? Itu harus dijelaskan,” kata Arief Hidayat.  

Dalam bagian alasan permohonan, Arief menyarankan cukup menguraikan pertentangan pasal yang diujikan yakni Pasal 1765, 1766, 1767, 1768 dengan UUD 1945. “Anda menggunakan batu uji atau dasar pengujiannya Pasal 1 ayat (1) UUD 1945 ini pertentangannya dimana?” tanya Arief. Seperti diketahui, Pasal 1 ayat (1) UUD Tahun 1945 berbunyi “Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan, yang berbentuk Republik.

Sementara Ketua Majelis Panel Manahan MP. Sitompul mengingatkan legal standing merupakan hal yang penting karena merupakan pintu masuk bagi pemohon. “Akan tetapi apabila tidak ada uraian yang jelas mengenai kerugian konstitusional, bagaimana itu. Jadi, harus diuraikan a,b,c,d,e,f ini kewenangan hak, kewenangan konstitusional yang diberikan UUD yang dirugikan karena berlakunya UU ini, kerugian yang dimaksud bersifat apa, spesifikkah, khusus, atau aktual, atau potensial?”  

Tags:

Berita Terkait