Ketua Tim Penyusun rancangan Perpres, Yunus Husein mengatakan, latar belakang dibuatnya Perpres ini untuk mengetahui transaksi-transaksi yang terjadi di korporasi apakah terindikasi tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme atau tidak. Hal ini sesuai best practice yang terjadi di internasional.
Selain itu, lanjut Yunus, penyusunan ini juga bermaksud agar Indonesia comply dengan rekomendasi 24 dan 25 Financial Action Task Force (FATF) on money laundering. “Meminta transparansi untuk masalah beneficiary ownership dari badan-badan hukum, dari korporasi, dan dari legal arrangement atau transaksi, dia bisa terkait badan hukum dan siapa di balik transaksi,” katanya kepada hukumonline, Rabu (24/5).
(Baca Juga: 4 Urgensi Indonesia Menjadi Anggota FATF)
Atas dasar itu, lanjut Yunus, dibuatlah Perpres tentang Penerapan Prinsip Mengenali Pemilik Manfaat dari Korporasi dalam Rangka Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme. Perpres tersebut tinggal menunggu ditandatangani Presiden Jokowi. “Sudah diserahkan (draf rancangan Perpres) ke Presiden,” kata mantan Kepala PPATK ini.
Dalam dokumen rancangan Perpres yang diperoleh hukumonline, yang dimaksud pemilik manfaat adalah orang perseorangan dalam korporasi yang dapat menunjuk atau memberhentikan direksi atau pengurus pada korporasi, memiliki kemampuan untuk mengendalikan korporasi, berhak atas dan/atau menerima manfaat dari korporasi baik langsung maupun tidak langsung, merupakan pemilik sebenarnya dari dana atau saham korporasi dan/atau memenuhi kriteria sebagaimana dalam Perpres ini.
Sedangkan yang dimaksud korporasi meliputi, perseroan terbatas, yayasan, perkumpulan, koperasi, persekutuan komanditer, persekutuan firma atau bentuk korporasi lainnya. Dalam rancangan Perpres ini disebutkan, tiap korporasi wajib menetapkan paling sedikit satu pemilik manfaat.
Selain itu, Otoritas Berwenang yakni instansi pemerintah baik di pusat maupun daerah yang memiliki kewenangan pendaftaran, pengesahan, atau pembubaran korporasi atau lembaga yang memiliki kewenangan pengawasan dan pengaturan bidang usaha korporasi, juga dapat menetapkan pemilik manfaat di luar pemilik manfaat yang disebutkan oleh korporasi.
Penetapan pemilik manfaat lain oleh Otoritas Berwenang ini dilakukan berdasarkan penilaian yang bersumber dari hasil audit terhadap korporasi oleh Otoritas Berwenang, informasi instansi pemerintah, lembaga swasta yang mengelola data, informasi pemilik manfaat, menerima laporan dari profesi tertentu yang memuat informasi pemilik manfaat. Serta, informasi lain yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
Dalam rancangan Perpres juga disebutkan, korporasi wajib menunjuk pejabat/pegawai yang bertanggung jawab untuk menerapkan prinsip mengenali pemilik manfaat dari korporasi, menyediakan informasi mengenai korporasi dan pemilik manfaat dari korporasi atas dasar permintaan Otoritas Berwenang dan instansi penegak hukum.
(Baca Juga: Catatan Akademisi atas Kasus Penggunaan Rekening Yayasan)
Penerapan prinsip mengenali pemilik manfaat oleh korporasi dilakukan melalui identifikasi dan verifikasi. Penerapan tersebut dilakukan pada saat permohonan pendirian, pendaftaran dan/atau pengesahan korporasi, serta korporasi menjalankan usaha atau kegiatannya.
Informasi pemilik manfaat dari korporasi paling sedikit mencakup nama lengkap; nomor identitas kependudukan, surat izin mengemudi, atau paspor; tempat tanggal lahir; kewarganegaraan; alamat tempat tinggal yang tercantum dalam kartu identitas; alamat di negara asal dalam hal warga negara asing; Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP); dan hubungan antara korporasi dengan pemilik manfaat. Seluruh informasi ini wajib dilengkapi dengan dokumen pendukung.
Korporasi wajib menyampaikan informasi benar disertai dengan surat pernyataan mengenai pemilik manfaat kepada Otoritas Berwenang. Jika diperlukan, Otoritas Berwenang dapat melakukan verifikasi kesesuaian antara informasi pemilik manfaat dengan dokumen pendukung. Korporasi wajib melakukan pengkinian informasi pemilik manfaat secara berkala setiap satu tahun.
Terkait pengawasan, rancangan Perpres ini memberikan amanatnya kepada Otoritas Berwenang. Dalam melaksanakan tugas pengawasannya, Otoritas Berwenang dapat menetapkan regulasi atau pedoman sebagai pelaksanaan Perpres ini, melakukan audit terhadap korporasi, dan mengadakan kegiatan administratif lain dalam lingkup tugas dan tanggung jawab sesuai dengan ketentuan Perpres ini.
Pengawasan oleh Otoritas Berwenang dilakukan berdasarkan hasil penilaian risiko tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana pendanaan terorisme. Dalam melakukan pengawasan, Otoritas Berwenang bekerja sama dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Jika diperlukan, Otoritas Berwenang dapat berkoordinasi dengan lembaga terkait sesuai kewenangannya.
“Korporasi yang tidak melaksanakan ketentuan dalam Peraturan Presiden ini dikenai sanksi dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” bunyi Pasal 14 rancangan Perpres.
Pertukaran Informasi
Dalam rancangan Perpres ini juga terdapat klausul mengenai pertukaran informasi pemilik manfaat. Pasal 15 menjelaskan, dalam rangka pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana pendanaan terorisme yang diduga atau dilakukan oleh korporasi, Otoritas Berwenang dapat melaksanakan kerja sama pertukaran informasi pemilik manfaat dengan instansi peminta, baik dalam lingkup nasional maupun internasional.
Pelaksanaan kerja sama pertukaran informasi dalam lingkup nasional dilakukan oleh Otoritas Berwenang. Sedangkan kerja sama pertukaran informasi dalam lingkup internasional dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang hubungan luar negeri dan perjanjian internasional.
(Baca Juga: Simak Penjelasan Ahli Hukum Berikut Agar Yayasan Tak Melanggar Hukum)
Kerja sama pertukaran informasi pemilik manfaat antara Otoritas Berwenang dengan instansi peminta dapat berupa permintaan atau pemberian informasi pemilik manfaat secara elektronik atau nonelektronik. Instansi peminta tersebut antara lain, instansi penegak hukum, instansi pemerintah, pihak pelapor dan otoritas berwenang negara/yurisdiksi lain.
Pemberian informasi secara elektronik dilakukan melalui pemberian hak akses kepada instansi peminta. Pemberian hak akses tersebut harus didasarkan pada kerja sama antara Otoritas Berwenang dengan instansi peminta. Sedangkan yang dimaksud dengan pihak pelapor adalah orang yang menurut peraturan perundang-undangan mengenai pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang wajib menyampaikan laporannya kepada PPATK.
Pemberian informasi pemilik manfaat kepada pihak pelapor dilakukan dalam rangka penerapan prinsip mengenali pengguna jasa sesuai peraturan perundang-undangan. Selain itu, dalam Perpres ini juga disebutkan setiap orang dapat meminta informasi pemilik manfaat kepada Otoritas Berwenang. Tata cara permintaan informasi tersebut mengacu pada peraturan perundang-undangan mengenai keterbukaan informasi publik.
Saat Perpres ini berlaku, korporasi yang telah disahkan atau didaftarkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan, wajib mengikuti penerapan prinsip mengenali pemilik manfaat sebagaimana dimaksud dalam Perpres ini. Kewajiban melaksanakan ketentuan tersebut dilakukan paling lambat satu tahun sejak Perpres berlaku.