Mengintip Terobosan Executive Review ala BPHN Lewat Rencana Aksi Penataan Regulasi
Utama

Mengintip Terobosan Executive Review ala BPHN Lewat Rencana Aksi Penataan Regulasi

Tanpa tindak lanjut dari K/L maka tidak ada manfaatnya BPHN melakukan reformasi penataan regulasi.

Hamalatul Qur'ani
Bacaan 2 Menit
Seminar Pembangunan Hukum Nasional. Foto: RES
Seminar Pembangunan Hukum Nasional. Foto: RES

Beragam kondisi regulasi seperti hiper regulasi, disharmonisasi, multi interpretasi jelas berbanding lurus dengan munculnya ketidakpastian hukum. Jika pada level judicial review penyelesaian masalah itu bisa dilakukan dengan uji materi aturan perundang-undangan di bawah UU kepada MA dan pengujian UU terhadap UUD ke MK, maka dalam level legislative review bisa dilakukan melalui serangkaian evaluasi oleh DPR yang pada ujungnya menghasilkan UU baru atau revisi UU untuk membenahi UU lama.

 

Dalam level excecutive review, Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) yang bertugas untuk melakukan sinkronisasi berbagai aturan melalui patokan 5 dimensi. Pertama, ketepatan jenis Peraturan Perundang-undangan. Kedua, Potensi Disharmonisasi. Ketiga, Kejelasan Rumusan. Keempat, Kesesuaian Norma dengan Asas Materi Muatan. Kelima, Efektivitas Pelaksanaan Peraturan Perundang-undangan.

 

Plt. Kepala BPHN Benny Riyanto mengatakan ada sekitar 157 Peraturan Perundang-undangan (PUU) yang dianalisis untuk masalah kemudahan memulai usaha, Perizinan Pendaftaran Tanah, Perpajakan, Perdagangan Lintas Negara dan Penegakan Hukum Kontrak. Dari 157 PUU tersebut, kata Benny, masing-masing dituangkan rekomendasi tertentu sebagai masukan perbaikan terhadap PUU, baik pada tataran normatif maupun efektivitas implementasinya.

 

Lebih lanjut dijelaskan Benny, ada 2 jenis output dan evaluasi hukum yang dilakukan BPHN terhadap perbaikan PUU dan/atau pelaksanaan PUU, yakni berupa rekomendasi yang bersifat regulatory seperti perubahan, pencabutan dan/atau penggantian PUU dan/atau berupa rekomendasi yang bersifat non-regulatory seperti tindakan non regulasi lainnya dalam rangka efisiesnsi dan efektivitas PUU.

 

“Rekomendasi perlu ditindaklanjuti oleh pembuat kebijakan terkait agar outcome seperti kepastian hukum, keadilan, kemanfaatan yang diharapkan dapat tercapai,” kata Benny.

 

Untuk memperkuat komitmen bersama dari seluruh Kementerian dan Lembaga (K/L) untuk menindaklanjuti hasil rekomendasi analisis dan evaluasi hukum tersebut, Benny mengungkapkan pada Desember 2018 mendatang akan dilakukan Rencana Aksi Penataan Regulasi. Menurut Benny, tanpa adanya tindak lanjut dari K/L maka tidak ada manfaatnya BPHN melakukan reformasi penataan regulasi tersebut.

 

Lebih lanjut, Kepala Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan BPHN, Arfan Faiz Muhlizi menjelaskan setiap rekomendasi yang dikeluarkan BPHN memang tak bisa langsung berlaku layaknya rekomendasi MK yang sifatnya final & binding. BPHN tak bisa langsung mencabut aturan, kata Arfan, melainkan K/L itulah yang bisa mencabut aturan yang direkomendasikan BPHN.

Tags:

Berita Terkait