Mengulas Kebijakan Pengelolaan Limbah Masker Medis
Kolom

Mengulas Kebijakan Pengelolaan Limbah Masker Medis

Penanganan pengelolaan limbah masker medis yang dihasilkan oleh rumah tangga, kawasan industri dan fasilitas umum dengan limbah masker medis yang dihasilkan oleh fasilitas pelayanan kesehatan belum seragam.

Bacaan 5 Menit
Mengulas Kebijakan Pengelolaan Limbah Masker Medis
Hukumonline

Masker medis atau dikenal juga sebagai masker bedah, merupakan masker pelindung hidung dan mulut yang terbuat dari bahan 2-3 lapis material. Masker medis berfungsi melindungi pengguna tidak hanya dari bakteri maupun virus yang tersebar di udara (aerosol) namun juga virus dan bakteri dari droplet hasil pernafasan manusia. COVID-19 yang disebabkan oleh virus SARS-CoV 2 disebarkan melalui droplets yang diproduksi dari batuk, bersin dan hasil pernafasan manusia yang terinfeksi COVID-19.

Surat Edaran Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat Nomor HK.02.02/I/385/2020 Tahun 2020 Tentang Penggunaan Masker dan Penyediaan Sarana Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) Untuk Mencegah Corona Virus Disease 19 (COVID-19), tertanggal 9 April 2020, menugaskan Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten untuk melaksanakan sosialisasi penggunaan masker medis baik masker medis/bedah dan masker N95 dan masker 3 lapis untuk digunakan oleh tenaga kesehatan dan masyarakat umum. Hal tersebut senada dengan anjuran Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tentang Penggunaan Masker dalam Konteks COVID-19 yang menganjurkan penggunaan masker medis 2 lapis lebih untuk mencegah penularan virus SARS-CoV 2 melalui droplet.

Seiring dengan menurunnya kasus COVID-19 serta pencapaian angka cakupan vaksinasi lengkap 2 dosis yang telah mencapai lebih dari 70%. Presiden Republik Indonesia melalui pernyataan resminya pada tanggal 18 Mei 2022 menyatakan pelonggaran kewajiban pemakaian masker di ruang terbuka, namun tetap mewajibkan pemakaian masker di tempat padat orang, ruang tertutup dan transportasi publik.

Baca juga:

Kebijakan pemakaian masker secara bebas tersebut terus didorong setelah Presiden Joko Widodo mengumumkan pencabutan PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat di Indonesia). Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 53 Tahun 2022 yang berlaku sejak 30 Desember 2022 kembali menyebutkan bahwa pemerintah mendorong masyarakat untuk tetap menggunakan masker dengan benar. Terutama, apabila berada di keramaian atau kerumunan seperti dalam transportasi publik.

Kebijakan pelonggaran protokol kesehatan termasuk pelonggaran kebijakan penggunaan masker di dunia faktanya tidak menurunkan angka penggunaan masker medis. Hal tersebut diakibatkan oleh dua faktor pertama yaitu kebijakan pemerintah dalam mendukung penggunaan masker pasca pencabutan PPKM atau pengumuman berakhirnya masa pandemi COVID-19. Sedangkan yang kedua ialah faktor kebiasaan masyarakat yang masih merasa nyaman dan aman dalam memilih serta menggunakan masker sebagai alat pelindung diri dari virus dan bakteri dalam kehidupan sehari-hari.

Penelitian yang dilakukan oleh Burger di tahun 2020 berjudul Navigating COVID in the post- lockdown period: Shifting risk perceptions and compliance with preventative measures menunjukkan bahwa di Amerika serikat penurunan angka terjangkitnya COVID-19 dan kebijakan pelonggaran penggunaan masker medis tidak menurunkan minat masyarakat dalam menggunakan masker medis secara signifikan. Hasil survei Jakpat pada Juni 2022 menyatakan 69% responden menyatakan memilih tetap menggunakan masker di dalam maupun luar ruangan walaupun tren infeksi COVID-19 di Indonesia menurun.

Penggunaan masker menjadi bagian dari “budaya” sekaligus perlengkapan wajib sehari-hari Sebagian besar masyarakat dunia, termasuk Indonesia. Dengan demikian seiring keberlanjutan penggunaan masker medis, pengelolaan limbah masker termasuk masker medis perlu dipikirkan secara matang untuk menghindari dampak terhadap lingkungan.

Dampak Limbah Masker Medis

Penelitian Luksamijarulkul tahun 2014 dan Sangkham di tahun 2020, menunjukkan limbah masker medis dapat menjadi vector penyebaran jamur seperti Aspergillus spp, Trichophyton spp, bakteri Staphylococcus spp, Pseudomonas spp. dan virus Influenza, SARS-CoV2, MERS, RSV yang dapat membahayakan kesehatan manusia.

Selain memiliki dampak terhadap kesehatan manusia, limbah masker medis memiliki dampak terhadap lingkungan dan ekosistem baik flora dan fauna. Menurut penelitian oleh Haque et.al tahun 2020 limbah masker medis memberikan dampak negatif terhadap lingkungan melalui beberapa hal. Pertama, mikroplastik yang dikandung masker medis dapat membahayakan rantai makanan dan konsumsi fauna oleh manusia. Kedua, mikroplastik dapat mencemari ekosistem perairan dan daratan melalui penciptaan ceruk mikroba baru. Ketiga, limbah masker medis yang tidak diolah melalui proses peleburan dapat menjerat serta mengganggu kehidupan fauna daratan maupun perairan. Keempat, limbah masker medis yang tidak diolah melalui proses desinfeksi mengandung polutan organic persistent (POP) termasuk logam berat hasil dari penggunaan.

Limbah masker medis yang berperan besar sebagai objek polutan lingkungan justru berasal dari rumah tangga atau sektor non medis. Limbah masker medis yang dihasilkan oleh fasilitas pelayanan kesehatan cenderung tidak menjadi polutan bebas, dikarenakan pengelolaan limbah masker medis yang dihasilkan oleh fasilitas pelayanan kesehatan setara dengan limbah infeksius dan limbah B3 ditujukan untuk menghindari potensi dampak kesehatan dan lingkungan yang ditimbulkan.

Kebijakan dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan

Walaupun memiliki kesamaan bentuk, jenis dan fungsi dalam pencegahan penularan COVID-19, kebijakan pengelolaan limbah masker medis yang dihasilkan oleh rumah tangga, kawasan industri dan fasilitas umum berbeda dengan limbah masker medis yang dihasilkan oleh fasilitas pelayanan kesehatan seperti rumah sakit, puskesmas, klinik dan lokasi isolasi dan isolasi mandiri COVID-19.

Surat Edaran Nomor SE.3/MENLHK/PSLB3/PLB.3/3/2021 Tentang Pengelolaan Limbah B3 dan Sampah dari Penanganan COVID-19, mengatur pengelolaan limbah masker medis domestik yang dihasilkan oleh rumah tangga, fasilitas umum, fasilitas sosial kawasan industri dan kawasan komersial dilakukan dengan kebijakan pengelolaan limbah masker medis secara mandiri. Sebelum dibuang ke tempat sampah, masyarakat dihimbau untuk melakukan penyemprotan disinfektan, klorin, atau cairan pemutih serta merusak masker dengan cara disobek atau digunting.

Pedoman Kementerian Kesehatan tentang Pengelolaan Limbah Masker dari Masyarakat menyatakan masker medis yang digunakan oleh masyarakat, bukan termasuk kategori limbah medis yang diperlakukan seperti limbah medis di Fasyankes karena tidak digunakan dalam pelayanan kesehatan atau pasien di Fasyankes sehingga masuk dalam kategori limbah domestik. Dengan demikian pengelolaan limbah masker medis domestik disamakan perlakuannya dengan pengelolaan limbah domestik sesuai Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.

Untuk mengurangi risiko kesehatan Kementerian Kesehatan menghimbau masyarakat untuk melaksanakan pemrosesan limbah masker medis yang meliputi pengumpulan limbah masker medis, disinfeksi menggunakan cairan disinfektan, klorin atau pemutih, merubah bentuk limbah masker dengan cara disobek atau digunting, serta membuang ke tempat sampah.

Sedangkan, limbah masker medis yang dihasilkan oleh fasilitas pelayanan kesehatan seperti rumah sakit, klinik, puskesmas, tempat praktik dokter, dan dalam masa pandemi COVID-19 termasuk juga fasilitas yang digunakan untuk isolasi mandiri COVID-19. Sesuai isi Surat Edaran Nomor SE.3/MENLHK/PSLB3/PLB.3/3/2021 Tentang Pengelolaan Limbah B3 dan Sampah dari Penanganan COVID-19, limbah masker medis masuk ke dalam kriteria limbah medis yang harus dikelola melalui cara pengumpulan limbah pada wadah limbah tertutup, kedap air dan udara, wadah tersebut kemudian diserahkan kepada petugas pengelola limbah B3 atau dimusnahkan melalui incinerator atau autoclave fasilitas kesehatan bagi yang memilikinya. limbah masker medis tersebut kemudian dilakukan berdasarkan ketentuan yang tercantum di dalam UU Pengelolaan Sampah.

Tidak adanya peraturan yang mengatur pengelolaan limbah masker medis secara seragam tersebut menimbulkan ketidakpastian hukum, hingga kemudian berdampak terhadap nilai kebermanfaatan norma hukum khususnya pengelolaan limbah masker medis serta pencegahan perusakan lingkungan. Di sisi lain pemerintah dapat saja menyeragamkan kebijakan pengelolaan limbah masker medis, misalnya dengan menyediakan tempat pembuangan serta pengolahan khusus masker medis yang dihasilkan rumah tangga dan atau memberlakukan cukai masker medis untuk umum sebagai ganti rugi eksternalitas atau mengurangi pemakaian masker medis di kalangan umum dengan mensubstitusikan menggunakan masker kain.

*)Djarot Dimas Achmad Andaru, S.H.,M.H., Pengajar dan Peneliti Hukum Kesehatan, Fakultas Hukum Universitas Indonesia.

Artikel kolom ini adalah tulisan pribadi Penulis, isinya tidak mewakili pandangan Redaksi Hukumonline. Artikel ini merupakan kerja sama Hukumonline dengan Fakultas Hukum Universitas Indonesia dalam program Hukumonline University Solution.

Tags:

Berita Terkait