Nasib Setnov di Parlemen, di Ujung Tanduk
Utama

Nasib Setnov di Parlemen, di Ujung Tanduk

Karena sesuai Pasal 87 UU MD3, Setya Novanto diduga sudah dapat disebut melanggar kode etik karena tidak dapat menjalankan tugasnya secara terus menerus lantaran berstatus tahanan KPK.

Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit

 

Suding melanjutkan memang sempat terjadi perdebatan alot dalam rapat yang digelar MKD sebelumnya. MKD dalam memproses pelanggaran etik memang menunggu proses hukum Setnov di KPK. Lantaran Setnov kini sudah dilakukan penahanan oleh KPK, maka MKD segera merespon cepat dengan menggelar rapat konsultasi dengan semua fraksi partai di DPR.

 

Yang pasti, kata Sudding, MKD bakal segera bersikap tegas karena kasus hukum dan dugaan pelanggaran etik Setya Novanto sudah tidak dapat ditolelir. Hal ini menyangkut harkat dan martabat serta kehormatan dewan. Ia memperkirakan dalam sepekan ke depan, MKD sudah dapat menggelar sidang kode etik terkait Setnov.

 

“Saya yakin dalam waktu dekat sudah selesai. Hari ini akan rapat pimpinan, setelah itu rapat internal, mudah-mudahan dalam seminggu,” kata politisi Hanura ini.

 

Untuk diketahui, MKD pernah menggelar sidang atas dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan Ketua DPR Setya Novanto terkait kasus “Papa Minta Saham” di PT Freeport Indonesia pada Desember 2015 lalu. Selama beberapa hari secara maraton, MKD menggelar sidang yang disiarkan secara langsung oleh sejumlah stasiun TV. Namun, akhirnya, proses di MKD anti klimaks karena Setnov memutuskan mundur dari jabatan Ketua DPR sebelum MKD membacakan putusan.

Pasal 87

 

(1) Pimpinan DPR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 ayat (1) berhenti dari jabatannya karena: a. meninggal dunia; b. mengundurkan diri; atau c. diberhentikan.

 

(2) Pimpinan DPR diberhentikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c apabila: a. tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap sebagai anggota DPR selama 3 (tiga) bulan berturut-turut tanpa keterangan apa pun; b. melanggar sumpah/janji jabatan dan kode etik DPR berdasarkan keputusan rapat paripurna setelah dilakukan pemeriksaan oleh Mahkamah Kehormatan DPR; c. dinyatakan bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih; d. diusulkan oleh partai politiknya sesuai dengan peraturan perundang-undangan; e. ditarik keanggotaannya sebagai anggota DPR oleh partai politiknya; f. melanggar ketentuan larangan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini; atau g. diberhentikan sebagai anggota partai politik berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan.

 

(3) Dalam hal salah seorang pimpinan DPR berhenti dari jabatannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), anggota pimpinan lainnya menetapkan salah seorang di antara pimpinan untuk melaksanakan tugas pimpinan yang berhenti sampai dengan ditetapkannya pimpinan yang definitif.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait