Nasib Setnov di Parlemen, di Ujung Tanduk
Utama

Nasib Setnov di Parlemen, di Ujung Tanduk

Karena sesuai Pasal 87 UU MD3, Setya Novanto diduga sudah dapat disebut melanggar kode etik karena tidak dapat menjalankan tugasnya secara terus menerus lantaran berstatus tahanan KPK.

Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit

 

Pasal 87

 

(1) Pimpinan DPR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 ayat (1) berhenti dari jabatannya karena: a. meninggal dunia; b. mengundurkan diri; atau c. diberhentikan.

 

(2) Pimpinan DPR diberhentikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c apabila: a. tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap sebagai anggota DPR selama 3 (tiga) bulan berturut-turut tanpa keterangan apa pun; b. melanggar sumpah/janji jabatan dan kode etik DPR berdasarkan keputusan rapat paripurna setelah dilakukan pemeriksaan oleh Mahkamah Kehormatan DPR; c. dinyatakan bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih; d. diusulkan oleh partai politiknya sesuai dengan peraturan perundang-undangan; e. ditarik keanggotaannya sebagai anggota DPR oleh partai politiknya; f. melanggar ketentuan larangan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini; atau g. diberhentikan sebagai anggota partai politik berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan.

 

(3) Dalam hal salah seorang pimpinan DPR berhenti dari jabatannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), anggota pimpinan lainnya menetapkan salah seorang di antara pimpinan untuk melaksanakan tugas pimpinan yang berhenti sampai dengan ditetapkannya pimpinan yang definitif.

 

(4) Dalam hal salah seorang pimpinan DPR berhenti dari jabatannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penggantinya berasal dari partai politik yang sama.

 

(5) Pimpinan DPR diberhentikan sementara dari jabatannya apabila dinyatakan sebagai terdakwa karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.

 

(6) Dalam hal pimpinan DPR sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dinyatakan tidak terbukti melakukan tindak pidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, pimpinan DPR yang bersangkutan melaksanakan kembali tugasnya sebagai pimpinan DPR.

 

 

Menurutnya, ada dua opsi yang bakal ditawarkan dalam rapat konsultasi. Pertama, pimpinan fraksi-fraksi diminta sikapnya terhadap kasus Setnov dalam kapasitasnya sebagai pimpinan lembaga legislatif yang ditahan KPK. Kedua, terbuka ruang melakukan pergantian posisi jabatan pimpinan dewan sebagaimana tertuang dalam Pasal 46 Peraturan DPR No. 1 Tahun 2014 tentang Tata Tertib DPR.

 

“Ketika dia tersangkut dengan masalah-masalah hukum bahwa itu kuat dugaan telah terjadi pelanggaran sumpah jabatan, itu sudah masuk dalam ruang lingkup pelanggaran kode etik,” ujar anggota Komisi III itu. Baca Juga: Diduga Buron KPK Diminta Setya Novanto Serahkan Diri

 

Terpisah, peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karius menilai perilaku Setnov telah mencoreng lembaga parlemen. Karena itu, kata Lucius, MKD segera merespon pergantian dan pemberhentian Setnov dari anggota dewan. Sebab, dengan memberhentikan Setnov menjadi jalan terbaik untuk mengembalikan marwah lembaga DPR.

 

“DPR harus bisa melampaui apa yang diatur UU dengan menjadikan etika dan norma sebagai acuan untuk menilai tindakan Setnov yang diduga menciderai kehormatan parlemen,” kata dia.

 

Tak ada alasan bela Setnov

Menurut Lucius, merujuk aturan etika tak ada alasan DPR maupun fraksi Golkar membela untuk mempertahankan Setnov di parlemen. MKD pun didesak agar segera melakukan sidang etik untuk menguji perilaku Setnov. Sebaliknya, kata Lucius, semakin MKD berlindung di balik UU MD3 dengan mengulur proses pemberhentian Setnov, publik bakal menilai MKD sebagai alat kelengkapan tanpa manfaat.

 

“Alih-alih menjaga kehormatan DPR, mereka justru ikut merusak ketika membiarkan perilaku tidak terhormat anggota dewan,” ujarnya.

Tags:

Berita Terkait