Pihak yang dapat mengajukan permohonan pengujian (Judicial Review) di Mahkamah Konstitusi (MK) adalah bisa perorangan warga negara Indonesia maupun kelompok orang yang mempunyai kepentingan yang sama.
Selain perorangan warga negara Indonesia, kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip NKRI yang diatur dalam undang-undang juga dapat mengajukan permohonan di MK.
MK dibentuk dengan fungsi untuk menjamin agar tidak ada undang-undang yang keluar dari koridor konstitusi, sehingga hak konstitusional warga dapat terjaga dan konstitusi itu terkawal konstitusionalnya.
Baca juga:
- Hakim Konstitusi Arief Hidayat: 3 Kosmologi Negatif Pengujian Syarat Usia Capres-Cawapres
- 2 Hakim Konstitusi Ini Punya Alasan Berbeda Soal Syarat Batas Usia Capres-Cawapres
Pengujian ke MK dapat dilakukan secara formil dan materil. Pengajuan secara formil adalah pengujian yang berkaitan dengan proses pembentukan UU dan hal lain yang tidak termasuk pengujian materil.
Pengajuan formil ke MK dibatasi selama 45 hari sejak UU itu diundangkan dalam lembaran negara. Kemudian, untuk pengujian materil tidak dibatasi tenggang waktu, jadi UU yang sudah puluhan tahun berlaku jika ada yang mengajukan pengujian berkaitan dengan substansinya maka dapat dilakukan.
Dalam pengujian formil apabila dikabulkan MK, maka seluruh UU akan dinyatakan MK tidak memiliki kekuatan hukum mengikat karena bertentangan dengan UUD 1945. Sementara, pengujian materil hanya pada bagian yang diuji saja yang dinyatakan inkonstitusional atau bertentangan dengan UU 1945 dan dinyatakan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.