Pasangan Beda Agama Masuk Islam, Perlukah Pembaruan Akad Nikah? Ini Penjelasan Hukumnya
Utama

Pasangan Beda Agama Masuk Islam, Perlukah Pembaruan Akad Nikah? Ini Penjelasan Hukumnya

Jika saat ini suami dan istri telah sama-sama memeluk agama Islam maka upaya yang dapat dilakukan untuk memantapkan pernikahan secara Islam adalah dengan melakukan tajdiidun nikah atau pembaruan akad nikah.

Oleh:
Fitri Novia Heriani
Bacaan 4 Menit
Ilustrasi: HOL
Ilustrasi: HOL

Pernikahan beda agama bukanlah hal baru dalam praktik pernikahan di dunia. Bahkan beberapa masyarakat Indonesia ‘nekad’ melangsungkan pernikahan beda agama meskipun secara agama dan UU No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, pernikahan beda agama dilarang.

Salah satu contoh pernikahan beda agama terjadi beberapa waktu lalu dan membuat geger jagat maya. Media sosial dihebohkan oleh potret sepasang pengantin yang melakukan pernikahan beda agama di sebuah gereja. Kehebohan tersebut lantaran sang pengantin wanita mengenakan hijab dengan gaun putih panjang.

Dalam UU No.1 Tahun 1974 Pasal 2 ayat (1) dijelaskan bahwa perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya itu. Pada rumusan tersebut, diketahui tidak ada penjelasan perkawinan di luar hukum masing-masing agama dan kepercayaan.

Kemudian, dalam Instruksi Presiden Republik Indonesia No.1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam Pasal 40, disebutkan dilarang melangsungkan perkawinan antara seorang pria dengan wanita karena keadaan tertentu, salah satunya seorang wanita yang tidak beragama Islam.

Baca:

Namun dalam beberapa kasus pernikahan beda agama, terjadi proses perpindahan agama saat sepasang suami istri masih membina rumah tangga. Entah itu suami yang mengikuti agama istri (Islam) atau sebaliknya istri yang mengikuti agama suami (Islam). Jika terjadi demikian, apakah akad perkawinan dalam Islam harus diulang kembali?

Dikutip dalam artikel Klinik Hukumonline “Agar suatu perkawinan dinyatakan sah, maka perkawinan harus dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu (Pasal 2 ayat (1) UU Perkawinan). Ini berarti bahwa jika suatu perkawinan yang dilakukan oleh umat Islam telah memenuhi syarat dan rukun nikah atau ijab kabul telah dilaksanakan, maka perkawinan tersebut dinyatakan sah.

Tags:

Berita Terkait