Pemerintah Diminta Revisi Terbatas Permendikbudristek 30/2021
Terbaru

Pemerintah Diminta Revisi Terbatas Permendikbudristek 30/2021

Terutama memperbaiki definisi kekerasan seksual dan menghilangkan frasa “tanpa persetujuan”.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 5 Menit

Lagipula dalam konteks kebudayaan Indonesia yang dipengaruhi nilai dan norma budaya dan religi yang dianut sebagian terbesar penduduknya, masalah seksual harus dipandang secara menyeluruh dan utuh. Tak hanya sebatas dalam aspek kekerasan seksual, namun pula kesakralannya yang membedakan manusia sebagai insan sebaik-baik makhluk” dengan makhluk lainnya, sehingga manusia tidak tergelincir menjadi “hewan yang berakal”.

Dia menegaskan Forhati konsisten dengan pandangan dan sikapnya tentang seluruh aturan tentang pencegahan kekerasan seksual, tidak dengan serta merta mengabaikan atau menghilangkan nilai dan norma agama yang dianut warga negara dan bangsa. Sebab, mengabaikan dan menghilangkan norma agama dalam regulasi negara, bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Karena itu, Hanifah mengingatkan agar Mendikbudristek Nadiem Makariem teliti dalam membuat peraturan dan bersungguh-sungguh mempelajari dan memahami dimensi sosial budaya dan agama masyarakat Indonesia. Sekaligus tidak menjadikan dunia pendidikan tinggi sebagai salah satu sumber bencana sosial bagi bangsa ini. “Dunia pendidikan adalah benteng terakhir menjaga moralitas bangsa dari serbuan pemikiran asing yang merusak nilai-nilai Pancasila di NKRI,” katanya.

Sebatas penyelidikan

Dosen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Trisakti, Abdul Fiickar Hadjar menyoroti dari aspek hukum acara pidana. Menurutnya Permendikbudristek 30/2021 tak dapat mengatur fungsi penindakan. Pasalnya kekuatan Permendikbudristek 30/2021 tak sampai masuk ranah soal sanksi pidana. Menurutnya perguruan tinggi memiliki misi pendidikan. Namun di lain sisi ketika adanya pelanggaran, maka kampus pun memiliki misi penegakan hukum.

Dia menilai ketika masuk dalam penegakan hukum, hanya dapat masuk ke ranah fungsi penyelidikan. Menurutnya, ketika adanya laporan tindak pidana kekerasan seksual, maka kampus melakukan penyelidikan yang bakal menyimpulkan ada tidaknya peristiwa pidana. Bila dinilai adanya peristiwa pidana, pihak kampus menyerahkan ke aparat penegak hukum untuk melakukan penyidikan, penuntutan, hingga persidangan.

“Menurut saya Permendikbudristek 30/2021 ini, dia areanya penyelidikan,” katanya

Menurut KUHAP penyelidik bisa dilakukan oleh kepolisian maupun penyidik pegawai negeri sipil (PPNS). Makanya terbuka kemungkinan menempatkan fungsi penyelidikan di lingkungan kampus. Baginya, kritik terhadap Permendikbudristek 30/2021 tak dapat masuk ke wilayah penegakan hukum sudah terjawab dalam KUHAP. Pada akhirnya, Fickar memandang pentingnya keberadaan RUU TPKS agar dapat segera disahkan dan diberlakukan dalam melindungi kaum perempuan, anak dan disabilitas.

“Kalau menurut saya UU tentang kekerasan seksual itu menjadi sangat penting, tidak hanya solusi hari ini tetapi juga menjadi solusi di masa yang akan datang,” katanya.

Tags:

Berita Terkait