Pencabutan UMKM dari Relaksasi DNI Menuai Respons Positif
Berita

Pencabutan UMKM dari Relaksasi DNI Menuai Respons Positif

Tetapi, seharusnya kebijakan pencabutan UMKM dari relaksasi DNI ini mesti dibarengi pemberian insentif berupa pemotongan tarif bea masuk bagi produk yang sifatnya bahan baku, bahan penolong, atau mesin-mesin pendukung industri yang berorientasi ekspor.

Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Presiden Jokowi. Foto: RES
Presiden Jokowi. Foto: RES

Rencana Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengeluarkan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dari rencana relaksasi Daftar Negatif Investasi (DNI) menuai respon positif dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Sebab, kebijakan ini memberikan konstribusi positif dan signifikan terhadap dunia usaha dan perekonomian nasional, sehingga keputusan pemerintah ini dinilai sudah tepat.

 

Jokowi menegaskan dirinya tak ragu lagi mengeluarkan UMKM dari relaksasi DNI yang notabene masuk dalam Paket Kebijakan Ekonomi Ke-16. “Saya pastikan akan saya keluarkan UMKM dari relaksasi DNI. Saya putuskan di sini,” ujarnya seperti dikutip dari laman Setkab, Rabu (28/11/2018).

 

Kepastian Jokowi mengambil keputusan tersebut setelah mendapat berbagai masukan dari Kadin dan Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi). Menurutnya, pimpinan Kadin dan Hipmi telah menghubunginya akibat adanya komplain terkait rancangan peraturan presiden soal paket kebijakan ekonomi keenam belas itu. Namun, Jokowi menilai rancangan peraturan presiden tersebut belum sampai di meja kerjanya dan belum diteken.

 

Menurut Jokowi, Indonesia menjadi menjadi ladang tumbuh suburnya UMKM. Karenanya, dia berharap agar UMUM di Indonesia mendapatkan kemudahan dalam berbagai hal demi terciptanya iklim usaha yang positif. Apalagi, Jokowi sendiri notabene berasal dari kalangan UMKM.

 

“Saya ini alumni UMKM. Keluarga saya juga masuk dalam kategori UMKM. Anak-anak saya juga masuk dalam kategori UMKM, jualan martabak, jualan pisang. Kita tahu mayoritas pengusaha Indonesia juga UMKM,” ujar mantan Gubernur DKI Jakarta yang hanya menjabat 2012-2014. Baca Juga: Setelah Relaksasi DNI, Pemerintah Perlu Lakukan Langkah Ini

 

Ditegaskan Jokowi, kebijakan ini bentuk keberpihakan pemerintah terhadap 62 juta usaha mikro kecil dan menengah yang tersebar di seluruh Indonesia demi demi tumbuhnya UMKM. Misalnya, kebijakan penurunan bunga kredit usaha rakyat (KUR) dari angka 23 persen menjadi 7 persen. Begitu pula pajak penghasilan (PPh) final yang awalnya 1 persen menjadi 0,5 persen sejak Juni lalu.

 

Meski diakui Jokowi, kontribusi UMKM terhadap produk demestik bruto (PDB) Indonesia amatlah besar. Sebab, mayoritas tenaga kerja Indonesia di sektor UMKM telah memberikan PDB hingga mencapai 60 persen. “Tetapi, jangan meragukan komitmen saya terhadap UMKM, jangan ragukan! Karena kita tahu kontribusi UMKM bagi ekonomi Indonesia ini sangat signifikan,” katanya.

 

Terpisah, Ketua DPR Bambang Soesatyo menilai langkah Presiden Jokowi mencabut kententuan relaksasi UMKM dari Paket Kebijakan Ekonomi Ke-16 dinilai tepat. Menurutnya, beberapa dari sekian cara menciptakan pembangunan ekonomi yang berkeadilan yakni dengan memperkuat UMKM, mendorong ekspor nasional, dan mendorong pembangunan industri yang berdaya saing.

 

“Kita patut memberikan acungan jempol kepada Presiden yang telah menunjukan keberpihakannya kepada sektor UMKM,” ujar Bambang dalam keterangannya, Kamis (29/11/2018).

 

Bagi Bambang, meningkatnya ekspor, khususnya sektor UMKM bakal menjadikan neraca perdagangan Indonesia surplus. Bahkan, dalam waktu bersamaan dapat dimungkinkan memperkuat cadangan devisa negara. Karenanya, DPR berharap pemerintah mesti mendorong UMKM yang berorientasi ekspor dan lebih atraktif. Dengan begitu, pelaku industri (UMKM) tertarik memasarkan produknya di luar negeri.

 

“Pemerintah bisa memberikan insentif yang menarik kepada para pelaku industri untuk meningkatkan ekspor,” sarannya.

 

Misalnya, memberi insentif berupa pemotongan tarif bea masuk untuk produk yang sifatnya bahan baku, bahan penolong, atau mesin-mesin pendukung industri yang berorientasi ekspor. Insentif tersebut dimungkinkan bakal menarik minat pelaku industri yang awalnya berorientasi pasar dalam negeri menjadi pelaku industri yang berorientasi ekspor.

 

"Masih tingginya (tarif) bea masuk untuk barang-barang impor yang menjadi bahan baku dan bahan penolong industri, mengakibatkan biaya produksi dalam negeri meningkat,” tegasnya.

 

Meski begitu, DPR tetap mendukung penuh langkah Presiden Jokowi terkait 16 Paket Kebijakan Ekonomi ini. Sebab, kebijakan ini dapat berdaya guna meningkatkan upaya reformasi struktural, daya saing perekonomian, dan menarik investasi dalam dan luar negeri. “Sejak diluncurkan pada September 2015 lalu, hasil dari 16 Paket Kebijakan Ekonomi tersebut dirasa cukup signifikan.” 

 

Ketua Hipmi Bahlil Lahadalia menegaskan sejak awal pihaknya menolak rencana UMKM dimasukan dalam rencana relaksasi DNI yang notabene Paket Kebijakan Ekonomi ke-16. Menurutnya, langkah tersebut sebagai bentuk keberpihakan pemerintah terhadap UMKM. “Hipmi berada di UMKM, makanya kita sempat memberikan masukan kepada presiden,” katanya.

Tags:

Berita Terkait