Penganggaran Pemerintah Perlu Terobosan yang Smart
Berita

Penganggaran Pemerintah Perlu Terobosan yang Smart

Misalnya dengan melihat apakah lebih efektif memperbesar belanja pemerintah atau memberikan insentif terhadap dunia usaha.

Fathan Qorib/ANT
Bacaan 2 Menit
Foto ilustrasi: BAS
Foto ilustrasi: BAS
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Enny Sri Hartati mengatakan, pemerintah perlu melakukan terobosan dan strategi konkret dalam penganggaran terkait dengan pencapaian asumsi pertumbuhan ekonomi RAPBN 2018 sebesar 5,4 persen.
"Persoalannya, ketika target 5,4 persen, postur anggarannya tidak ada terobosan. Strategi yang diusulkan juga tidak ada hal yang spektakuler," kata Enny dalam sebuah diskusi di Jakarta, sebagaimana dikutip dari Antara, Sabtu (19/8).
Ia mengatakan, pemerintah perlu merumuskan strategi-strategi yang mampu mengakselerasi pertumbuhan, mengingat pertumbuhan ekonomi pada semester pertama 2017 masih berada di kisaran 5,01 persen. Jika target tak terealisasi, masyarakat pula yang bisa menjadi korban.
"Kalau misalnya target hanya dokumen dan tidak mampu terealisasi, yang menjadi korban adalah masyarakat. Misalnya, daya belinya yang menurun atau kesulitan mendapat lapangan kerja. Urusan rakyat inilah yang merupakan urusan konkret," ucapnya.
Atas dasar itu, lanjut Enny, pemerintah perlu menimbang pilihan strategi untuk mengakselerasi pertumbuhan. Misalnya, dengan melihat apakah lebih efektif memperbesar belanja pemerintah atau memberikan insentif terhadap dunia usaha. "Pemerintah perlu melakukan strategi yang smart untuk membutikan apa yang telah dijanjikan dalam RAPBN 2018," ucapnya.
Sementara itu, ekonom Bank Mandiri Andry Asmoro menilai, tantangan pertumbuhan ekonomi pada tahun 2018 adalah akselerasi belanja pemerintah yang masih rendah. Hal ini dilihat berdasarkan kinerja pemerintah pada Semester I 2017.
"Sudah kami pantau sejak 2015 bahwa belanja pemerintah punya peran makin besar karena menopang konsumsi rumah tangga di tengah melemahnya harga komoditas. Pada tahun 2017, akselerasi spending pemerintah masih lemah," katanya.
Namun, Andry memandang belanja pemerintah pada Semester II 2017 akan lebih tinggi dan mampu mendorong konsumsi rumah tangga. Hal tersebut berpeluang menciptakan pertumbuhan ekonomi 5,1 s.d. 5,2 persen di akhir tahun.
Sebelumnya, pemerintah telah mengumumkan RAPBN tahun 2018 dengan postur pendapatan sebesar Rp1.878,4 triliun dan belanja negara sebesar Rp2.204,4 triliun sehingga defisit anggaran direncanakan sekitar Rp325,9 triliun atau setara dengan 2,19 persen dari produk domestik bruto (PDB).
Rencana belanja negara sebesar Rp2.204,4 triliun terdiri atas belanja pemerintah pusat sebesar Rp1.443,3 triliun, serta transfer ke daerah dan dana desa sebesar Rp761,1 triliun. Pemerintah juga menargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,4 persen dalam RAPBN 2018 melalui dukungan konsumsi masyarakat yang terjaga, peningkatan investasi, serta perbaikan kinerja ekspor dan impor.

(Baca Juga: Presiden Jokowi: Indonesia Wajib Antisipasi Perubahan Cepat Serba Digital)
Ruang Besar
Mantan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Andrinof Chaniago, berpendapat ruang untuk mencapai angka asumsi pertumbuhan ekonomi dalam RAPBN 2018 sebesar 5,4 persen cukup besar. "Ruang kita untuk mencapai angka 5,4 persen itu cukup besar," katanya. 
Andrinof, yang juga Komisaris Utama PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk itu mengatakan, pemerintah saat ini perlu mengawal dana-dana yang sudah dipastikan masuk agar dapat efektif menggerakkan pertumbuhan ekonomi.
"Dana yang diperkirakan pasti masuk itu digunakan dengan efektif, dikawal sampai ke bawah sehingga menggerakkan pertumbuhan ekonomi. Anggaran yang sudah ada dialokasikan dan cepat direalisasi," katanya.
Menurut Andrinof, pemerintah perlu mendorong pertumbuhan komponen-komponen yang memiliki porsi terbesar dari produk domestik bruto Indonesia, seperti konsumsi dan belanja pemerintah. Ia juga memandang bahwa pemerintah telah memahami adanya persoalan mengenai penyerapan anggaran di tingkat bawah.
"Penyerapan anggaran di bawah ini bukan hanya pemerintah daerah saja, tetapi kementerian dan lembaga juga bertanggung jawab," ucap Andrinof.
Sebelumnya, pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,4 persen pada 2018 melalui dukungan konsumsi masyarakat yang terjaga, peningkatan investasi serta perbaikan kinerja ekspor dan impor. Perkiraan angka itu berdasarkan proyeksi konsumsi rumah tangga dan ekspor yang masing-masing bisa mencapai 5,1 persen, konsumsi pemerintah 3,8 persen, pembentukan modal tetap bruto 6,3 persen dan impor 4,5 persen.
Indikator makro ekonomi lainnya dalam RAPBN 2018 adalah laju inflasi 3,5 persen, nilai tukar Rp13.500 per dolar AS, suku bunga SPN 3 bulan 5,3 persen, rata-rata harga minyak mentah Indonesia (ICP) 48 dolar AS per barel, lifting minyak 800 ribu barel per hari, dan lifting gas 1,2 juta barel setara minyak per hari.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan asumsi pertumbuhan ekonomi dalam RAPBN 2018 sebesar 5,4 persen merupakan target yang cukup optimistis. "Pertumbuhan lebih optimistis, karena faktor-faktor penyumbang pertumbuhan di luar APBN, diharapkan bisa mendukung pertumbuhan seperti investasi dan ekspor," pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait