Penggunaan Diskresi dalam Proses Permohonan Perizinan Berusaha
Terbaru

Penggunaan Diskresi dalam Proses Permohonan Perizinan Berusaha

Pejabat pemerintah diharapkan mampu mengambil langkah-langkah yang diperlukan dalam proses penerbitan perizinan berusaha bagi para pelaku usaha, termasuk mengambil diskresi dengan tetap memperhatikan AUPB.

Tim Publikasi Hukumonline
Bacaan 7 Menit

 

Sebagaimana telah dibahas sebelumnya, salah satu tindakan ketatausahanegaraan pejabat pemerintahan adalah tindakan faktual (materielehandeling). Dalam konteks tersebut, materielehandeling dapat berupa penerbitan Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) yang menurut Pasal 1 butir 7 UU AP merupakan ketetapan tertulis yang dikeluarkan oleh badan dan/atau pejabat pemerintahan dalam penyelenggaraan pemerintahan. Salah satu contoh dari KTUN, adalah penerbitan perizinan berusaha untuk pelaku usaha.

 

Berdasarkan UU Cipta Kerja, penerapan pemberian fasilitas kemudahan perizinan berusaha dilaksanakan berdasarkan penetapan tingkat risiko dan peringkat skala usaha kegiatan usaha. Ini meliputi kegiatan usaha berisiko rendah (memerlukan perizinan berusaha berupa Nomor Induk Berusaha—NIB); kegiatan usaha berisiko menengah (memerlukan perizinan berusaha berupa NIB dan Sertifikat Standar); atau kegiatan berusaha berisiko tinggi (yang memerlukan perizinan berusaha berupa NIB dan Izin).

 

Selanjutnya, pemberian fasilitas kemudahan perizinan berusaha juga terefleksikan melalui simplifikasi ‘persyaratan dasar’ sebelum memperoleh perizinan berusaha, yaitu Konfirmasi/Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKKPR/PKKPR), yang menggantikan Izin Lokasi; Persetujuan Lingkungan, yang menggantikan Izin Lingkungan; dan Persetujuan Bangunan Gedung, yang menggantikan Izin Mendirikan Bangunan.

 

“Baik perizinan berusaha maupun persyaratan dasar di atas merupakan sebuah KTUN yang memiliki sifat konkret, individual, dan final. Ridwan H.R. berpendapat bahwa konkret berarti objek yang diputuskan dalam KTUN itu tidak abstrak, tetapi berwujud, tertentu, atau dapat ditentukan. Individual artinya KTUN itu tidak ditujukan untuk umum, tetapi hanya untuk baik subjek hukum, alamat maupun hal tertentu. Sedangkan final berarti sudah definitif sehingga dapat menimbulkan akibat hukum,” Wisnu Aji menambahkan.  

 

Definisi, Ruang Lingkup, dan Persyaratan Diskresi

Konsep kemerdekaan bagi pejabat pemerintah untuk bertindak atas penilaian atau inisiatif sendiri dalam menyelesaikan persoalan mendesak melalui wewenang freies ermessen (discretionary power atau diskresi) dapat ditemukan dalam Pasal 22 UU AP. Hanya saja, menurut Tri Prasetyopasal tersebut mengatur pembatasan bahwa diskresi tersebut hanya dapat dilakukan oleh pejabat pemerintahan yang berwenang untuk memenuhi tujuan (1) melancarkan penyelenggaraan pemerintahan; (2) mengisi kekosongan hukum; (3) memberikan kepastian hukum; dan (4) mengatasi stagnasi pemerintahan dalam keadaan tertentu guna kemanfaatan dan kepentingan umum.

 

Adapun ruang lingkup yang membolehkan pejabat pemerintah untuk mengambil suatu diskresi menurut ketentuan Pasal 23 UU AP, meliputi keadaan dimana terdapat:

 

  1. ketentuan peraturan perundang-undangan yang memberikan suatu pilihan;
  2. peraturan perundang undangan tidak mengatur, yaitu ketiadaan atau kekosongan hukum yang mengatur penyelenggaraan pemerintahan dalam suatu kondisi tertentu atau di luar kelaziman;
  3. peraturan perundang-undangan tidak lengkap atau tidak jelas, yaitu masih membutuhkan penjelasan lebih lanjut, peraturan yang tumpang tindih (tidak harmonis dan tidak sinkron), dan peraturan yang membutuhkan peraturan pelaksanaan, tetapi belum dibuat; dan
  4. adanya stagnasi pemerintahan guna kepentingan yang lebih luas, yaitu kepentingan yang menyangkut hajat hidup orang banyak, penyelamatan kemanusiaan dan keutuhan negara, antara lain: bencana alam, wabah penyakit, konflik sosial, kerusuhan, pertahanan dan kesatuan bangsa.
Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait