Penggunaan Diskresi dalam Proses Permohonan Perizinan Berusaha
Terbaru

Penggunaan Diskresi dalam Proses Permohonan Perizinan Berusaha

Pejabat pemerintah diharapkan mampu mengambil langkah-langkah yang diperlukan dalam proses penerbitan perizinan berusaha bagi para pelaku usaha, termasuk mengambil diskresi dengan tetap memperhatikan AUPB.

Tim Publikasi Hukumonline
Bacaan 7 Menit

 

Agar diskresi yang diambil oleh pejabat pemerintahan tidak berujung pada penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power), pelampauan kewenangan (detournement de pouvoir) dan keputusan sewenang-sewenang (willekeur), maka kewenangannya wajib diperhatikan dan dikontrol melalui asas-asas umum pemerintahan yang baik (AUPB). Dalam konteks hukum ketatausahanegaraan Indonesia, UU AP memberikan ruang lingkup cakupan AUPB yang meliputi asas kepastian hukum, kemanfaatan, ketidakberpihakan, kecermatan, ketiadaan penyalahgunaan kewenangan, keterbukaan, kepentingan umum; pelayanan yang baik, dan asas berdasarkan yurisprudensi.

 

“Adapun kewenangan diskresi dapat dijalankan oleh pejabat pemerintahan sepanjang telah memenuhi persyaratan sesuai dengan tujuan diskresi; sesuai dengan AUPB, berdasarkan alasan-alasan yang objektif, tidak menimbulkan konflik kepentingan, dan dilakukan dengan iktikad baik,” kata Tri Prasetyo.

 

Sebagai catatan, terdapat satu syarat yang diatur sebelumnya dalam UU AP (sebelum dihapus oleh UU Cipta Kerja) apabila pejabat pemerintahan hendak mengambil diskresi, yaitu ‘tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan’.

 

“Walaupun syarat tersebut telah dihapus dalam UU Cipta Kerja, seharusnya kondisi yang demikian tidak memberikan kesempatan bagi pejabat pemerintahan untuk menjadi abai terhadap eksistensi AUPB dengan menyalahgunakan kekuasaan, melampaui kewenangan, dan bertindak sewenang-wenang. Sebab, tidak terpenuhi persyaratan diskresi berdampak pada konsekuensi (1) apabila diskresi melampaui wewenang, maka diskresi tidak sah; (2) apabila diskresi mencampuradukkan wewenang, maka diskresi dapat dibatalkan; dan (3) apabila diskresi dilakukan dengan sewenang-wenang, maka diskresi tidak sah,” Tri Prasetyo mengungkapkan.

 

Selain konsekuensi di atas, meski menimbulkan perdebatan terkait kompetensi absolut kewenangan penuntutan, ketentuan pemidanaan juga tidak jarang dijatuhi kepada pejabat pemerintahan yang diskresinya ternyata menimbulkan kerugian keuangan negara. Misalnya, pada kasus diskresi penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik.

 

Diskresi dalam Penerbitan Perizinan Berusaha

Salah satu contoh potensi penggunaan diskresi adalah percepatan pemberian Persetujuan Lingkungan dalam Pasal 7 ayat (8) huruf a Peraturan Presiden No. 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional, beserta perubahannya (Perpres 3/2016); yaitu selama 60 hari kerja yang mana tidak sesuai dengan ketentuan normatif pemberian Persetujuan Lingkungan.

 

Wisnu Aji memberikan gambaran, misalnya masifnya konstruksi jalan tol sebagai salah satu proyek strategis nasional. Konstruksi jalan tol adalah kegiatan usaha yang tercakup dalam KBLI 42901–Konstruksi Bangunan Sipil Jalan. Perizinan berusaha untuk KBLI 42901 ini, diberikan setelah pelaku usaha memperoleh persyaratan dasar berupa Persetujuan Lingkungan, yang wajib memiliki dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (Amdal).

Tags:

Berita Terkait