Catatan YLBHI-PSHK Terkait Penyusunan DIM RUU TPKS
Utama

Catatan YLBHI-PSHK Terkait Penyusunan DIM RUU TPKS

Materi DIM yang disusun pemerintah semestinya disodorkan ke masyarakat sipil agar mudah memetakan dan memberikan masukan secara detail, serta melengkapi dan menajamkan materi RUU TPKS sebelumnya.

Rofiq Hidayat
Bacaan 5 Menit

“Kami meminta pemerintah untuk tidak memfinalkan DIM RUU TPKS secara terburu-buru. Sebelum memberikan kepada DPR sebaiknya membuka DIM kepada publik untuk dapat dibahas bersama melalui konsultasi publik kedua,” ujarnya.

(Baca Juga: Catatan ILUNI FH UI untuk Penguatan RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual)

Direktur Advokasi dan Jaringan Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), Fajri Nursyamsi mengatakan informasi yang didapat DIM yang telah disusun pemerintah tak boleh disebar terlebih dahulu dengan alasan belum adanya surat presiden. Dalam menyikapi persoalan ini, PSHK memiliki tiga catatan penting.

Pertama, strategi pemerintah dinilai membingungkan. Dia menilai terdapat pertanyaan besar dalam tujuan apa pemerintah meminta masukan masyarakat sebagai upaya melengkapi dan mempertajam DIM yang telah dibuat sebelumnya. Bila masukan publik untuk melengkapi DIM, momentum sebelum presiden melayangkan surat presiden ke DPR beserta DIM menjadi tepat. Sebaliknya bila DIM belum dibagikan ke jaringan masyarakat sipil dengan alasan belum adanya surat presiden menjadi tidak tepat.

“Jadi tujuannya seolah justru menempatkan masukan masyarakat ini di luar DIM yang sudah disusun oleh pemerintah,” ujarnya.

Kedua, DIM sekedar alat mewadahi masukan publik terhadap RUU TPKS yang ada. Namun dokumen yang jauh lebih penting terdapat draf RUU dan naskah akademik. Bila pemberian masukan publik berbasis pada DIM, maka proses informasi dan komunikasi menjadi lebih efektif antara masyarakat dan pemerintah

Bagi Dosen Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera itu bila terdapat DIM dari pemerintah sebelum memberikan masukan, masyarakat menjadi lebih memahami sikap pemerintah terhadap pasal-pasal tertentu sebagaimana tertuang dalam draf RUU TPKS yang dibuat DPR. Dengan begitu harapannya terjadi dialog yang efektif, bukan hanya memberikan masukan searah.

Ketiga, secara prinsip, ruang partisipasi harus dibangun dimulai komitmen terhadap transparansi. Menurutnya, masyarakat harus diberikan informasi selengkap mungkin terkait materi RUU TPKS secara gamblang dan menyeluruh untuk kemudian diminta masukannya. Selanjutnya, masukan dari masyarakat direspon DPR atau pemerintah. Bila masukan publik tidak diterima, maka menjadi keharusan pemerintah atau DPR memberikan alasan penolakannya secara rasional.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait