Peserta Pemilu Bisa Koreksi Perolehan Kursi
Terbaru

Peserta Pemilu Bisa Koreksi Perolehan Kursi

Suara yang diperoleh peserta pemilu bisa batal jika diperoleh dari proses yang inkonstitusional.

Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit

Misalnya melakukan manipulasi terhadap aturan, yudisialisasi politik yakni mengalihkan proses yang seharusnya menggunakan mekanisme legislasi menjadi yudikasi secara sengaja. Bisa juga karena manipulasi kemurnian suara pemilih misal jual-beli suara, disinformasi, dan pemberitaan  yang bias. Politisasi program negara seperti bantuan sosial (Bansos).

Titi menegaskan bansos itu program negara, tapi praktiknya digunakan pemerintah untuk mengubah preferensi pemilih. Bisa juga karena suasana ketakutan, jika tidak memilih calon tertentu maka terancam tidak mendapat layanan publik. “Maka ini tantangan pasangan calon (Capres-Cawapres) untuk mengumpulkan bukti karena ini tidak terjadi secara tiba-tiba (dudah direncanakan,-red),” urainya.

Lebih lanjut anggota Dewan Pembina Perludem itu mengkritik desain pemilu di Indonesia membuat kompetisi antar peserta pemilu berjalan tidak setara. Misalnya, jangka waktu yang diberikan untuk kampanye sangat sempit hanya 75 hari. “Jadi ini bukan sekedar soal angka, tapi perolehan suara bisa batal jika dtemukan ada 3 hal yang inkonstitusional itu,” tegasnya.

Terkait pemilu Capres-Cawapres, Titi menyarankan kepada pasangan calon yang merasa dirugikan dan ingin mengajukan permohonan perkara perselisihan hasil pemilu ke Mahkamah Konstitusi untuk menggunakan dalil tertutupnya peluang untuk masuk proses pemilu putaran kedua.

Tertutupnya peluang itu karena telah terjadi berbagai pelanggaran. Dalam perkara perselisihan hasil pemilu kepala daerah MK pernah memutus KPU melakukan verifikasi ulang karena prosedur administrasi pemilu tidak terpenuhi. “Mencari keadilan menjadi indikator pemilu demokratis, tidak bisa disederhanakan dengan angka. Suara rakyat harus dijamin kemurniannya,” ujarnya.

Pada kesempatan yang sama Dosen Hukum Administrasi UGM, Richo Andi Wibowo, menyimpulkan pelanggaran dan kecurangan yang terjadi secara masal. Masyarakat bisa melihat secara jelas bagaimana Presiden Jokowi dan para pembantunya di kabinet mendayagunakan kekuasaan pemerintah untuk memberikan keuntungan elektoral terhadap pasangan calon nomor urut 02 yakni Prabowo Subianto dan Gibran Rakabumging Raka.

Semasa pemilu 2024 ini bahkan Presiden Jokowi mau menghadiri proyek-proyek kecil bersama Menteri yang didukungnya menjadi Capres. Kemudian membagi-bagi bantuan kepada masyarakat dan masyarakat diminta untuk berterima kasih kepada Presiden Jokowi secara personal, bukan kepada negara. Padahal program bantuan sosial itu adalah kebijakan negara.

“Prosesnya (pelanggaran,-red) terjadi dari hulu sampai hilir. Mulai dari penganggaran (bansos) yang fantastis dan distribusinya juga patut dipertanyakan serta ada framing berterima kasih kepada Presiden Jokowi. Pelanggaran terjadi dengan sangat jelas,” pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait