Prof Susi Dwi Harijanti: Regulasi Indonesia Saat Ini Sangat Bermasalah
Utama

Prof Susi Dwi Harijanti: Regulasi Indonesia Saat Ini Sangat Bermasalah

Mulai dari terjadinya hyper-regulation, tumpang tindih substansi, sampai dengan proses pembentukan yang tidak akuntabel dan transparan.

Ferinda K Fachri
Bacaan 4 Menit

Dari kacamata Prof Susi, berbeda dengan Peraturan Menteri (Permen) dimana masyarakat tidak mengetahui pasti kapan suatu Permen tengah digodog atay dirancang. “Tiba-tiba saja kita tahu ada peraturan semacam ini, itu persoalan regulasi yang sering kita jumpai saat ini,” paparnya.

Bahkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam berbagai kesempatan telah menggaungkan perlunya dilakukan reformasi hukum. Menangani hyper-regulation yang terjadi, kesadaran reformasi regulasi ini penting dilakukan oleh berbagai pihak terkait.

“Kita ketahui karena terjadi hyper regulation, maka terdapat kesadaran pentingnya dilakukan reformasi regulasi baik dari pihak politisi maupun dari birokrasi. Sudah ada kesadaran untuk itu, namun masih jauh dari realisasi yang diharapkan,” lanjutnya.

Selanjutnya, ada 6 permasalahan regulasi yang disoroti Prof Susi. Seperti perencanaan peraturan perundang-undangan yang tidak sinkron dengan perencanaan Pembangunan; ketidaksesuaian bentuk dengan materi muatan peraturan perundang-undangan; hyper-regulation.

Kemudian tidak adanya mekanisme pemantauan dan evaluasi peraturan yang sudah berlaku; kelembagaan belum memadai; dan masih banyak peraturan yang dibentuk tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

Menghadapi masalah yang timbul, sebetulnya masih terdapat beberapa peluang perbaikan. Pertama, melalui sinkronisasi perencanaan pembangunan dan perencanaan peraturan perundang-undangan secara struktural dan prosedural.

Lalu, kelembagaan pemantauan dan evaluasi peraturan yang berlaku secara rutin, dapat pula dengan pembentukan peraturan perundang-undangan secara scientific, dan berdasarkan analisis kebutuhan yang lebih terukur, serta perbaikan sistem dan aktor politik yang sehat.

“Ketika kita bicara mengenai perubahan peraturan perundang-undangan atau perubahan hukum, maka apakah pada saat itu kita bicara mengenai retorika dari reformasi hukum atau retorika dari reformasi regulasi?”

Bila telah menentukan sikap atas pertanyaan itu, barulah dapat lanjut memikirkan kaitannya dengan pembangunan hukum dengan kelembagaan hukum. “Dan bagaimana sebetulnya imajinasi kita tentang hukum yang ingin kita miliki di masa yang akan dating.”

Tags:

Berita Terkait