PSHK Minta Presiden Tegas Sikapi Konflik di Pulau Rempang
Utama

PSHK Minta Presiden Tegas Sikapi Konflik di Pulau Rempang

DPR diminta jangan diam, segera panggil Presiden untuk dimintai pertanggungjawaban.

M. Agus Yozami
Bacaan 3 Menit
Deputi Direktur Eksekutif PSHK Fajri Nursyamsi. Foto: YOZ
Deputi Direktur Eksekutif PSHK Fajri Nursyamsi. Foto: YOZ

Persoalan penggusuran warga di Pulau Rempang belum kunjung usai, bahkan cenderung memanas. Hal itu terjadi seiring dengan pernyataan dan posisi berbagai pihak di pemerintahan yang terus menyudutkan masyarakat yang merupakan korban dari rencana pemerintah mengosongkan area Pulau Rempang. Reaksi penolakan masyarakat bukan tanpa alasan.

Selain karena tidak ada sosialisasi yang memadai perihal rencana dan kompensasi yang diberikan, tindakan penggusuran oleh pemerintah dilakukan dengan kekerasan dan penembakan gas air mata.

Dalam siaran pers yang diterima Hukumonline, Sabtu (16/9), Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) menilai konflik yang terjadi dalam sepekan terakhir ini merupakan bentuk perlawanan masyarakat Pulau Rempang atas upaya perampasan hak kepemilikan pribadi sekaligus hak asal usul mereka yang tidak dapat dinilai dengan nominal uang.

Baca Juga:

“Imbauan yang disampaikan oleh Presiden dan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan agar tindakan tidak dilakukan secara represif, terbukti tidak dilaksanakan di lapangan,” tulis Fajri Nursyamsi, Deputi Direktur Eksekutif PSHK.

Pengerjaan Proyek Strategis Nasional (PSN) di Pulau Rempang saat ini menggambarkan ketidakberpihakan pemerintah terhadap hak-hak fundamental rakyat. Situasi ini serupa dengan PSN Bendungan Bener di Wadas yang tetap berjalan, meskipun tidak memiliki perizinan dan AMDAL serta mendapat penolakan dari masyarakat. Nyatanya, konflik yang ditimbulkan oleh pembangunan PSN tidak sesederhana tentang pembebasan lahan seperti yang selalu ditekankan oleh pemerintah.

Aspek sosial dan budaya masyarakat terdampak, serta permasalahan lingkungan akibat pembangunan PSN, luput dari ruang evaluasi pemerintah. Pembangunan PSN yang seharusnya ditujukan untuk memenuhi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, justru digunakan untuk menggelar karpet merah bagi para investor. Apabila tetap dipertahankan, praktik demikian akan menjadi preseden dan warisan yang buruk untuk mengakhiri periode kedua pemerintahan Presiden Joko Widodo.

“Dalam kondisi tersebut, DPR harus segera bertindak menjalankan peran konstitusional sebagai penyeimbang kekuasaan Presiden, sebagaimana dilekatkan dalam Pasal 20A UUD 1945,” kata Fajri.

DPR harus menggunakan kewenangan pengawasan untuk memanggil Presiden dan para Menteri terkait untuk meminta pertanggungjawaban atas konflik yang terjadi di Pulau Rempang, serta mendorong agar upaya penggusuran tidak dilanjutkan. DPR harus berpihak pada masyarakat, yaitu melindungi hak eksistensi masyarakat yang sudah berada di wilayah tersebut sejak ratusan tahun lalu. Segala upaya yang dilakukan oleh negara adalah untuk memastikan pelindungan HAM masyarakat, bukan justru mencabutnya.

Berdasarkan hal tersbeut, PSHK mendesak empat hal. Pertama, para anggota DPR yang berasal dari daerah pemilihan di mana lokasi konflik terjadi, dengan tambahan dukungan dari fraksi dan anggota DPR lainnya, untuk menginisiasi pengajuan hak interpelasi kepada Presiden guna meminta pertanggungjawaban atas segala kebijakan penggusuran lahan di Pulau Rempang.

Kedua, DPR melalui rapat paripurna perlu menyepakati usulan hak interpelasi dan segera memanggil Presiden untuk menciptakan solusi jangka pendek dalam upaya melindungi hak masyarakat Pulau Rempang.

Ketiga, DPR secara kelembagaan harus melaksanakan fungsi pengawasannya untuk memastikan tindakan represif aparat penegak hukum tidak terjadi kembali, dan upaya penggusuran dihentikan segera.

Keempat, Pemerintah harus mengkaji ulang penentuan Proyek Strategis Nasional (PSN) dengan memastikan keterlibatan masyarakat terdampak dalam pembahasan dan pengambilan keputusannya.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo secara tegas meminta aparat keamanan tidak bertindak represif kepada masyarakat, khususnya berkaitan dengan proyek strategis nasional. "Ini selalu saya ingatkan jangan malah menggunakan pendekatan-pendekatan yang represif kepada masyarakat," kata Joko Widodo seperti dikutip Antara dalam arahannya pada acara Pembukaan Sewindu Proyek Strategis Nasional (PSN) 2023 di Jakarta, Rabu (13/9).

Pernyataan Presiden itu menyoal proyek-proyek strategis nasional yang terhambat masalah. Jokowi menginginkan masyarakat senang jika ada ganti untung yang diberikan oleh Pemerintah. "Ganti untung karena harga yang diberikan adalah harga yang terbaik. Berulang kali saya tekankan bahwa PSN ini tujuannya adalah memberi manfaat untuk rakyat, bukan justru sebaliknya menderitakan masyarakat," tegasnya.

Salah satu proyek yang dicermati Presiden adalah proyek di Pulau Rempang, Kepulauan Riau. Presiden mengaku sampai menelepon Kapolri tengah malam terkait dengan masalah tersebut.

"Saya sudah sampaikan urusan yang di Rempang. Tadi malam, tengah malam saya telepon Kapolri. Ini hanya salah komunikasi saja, di bawah salah mengomunikasikan saja. Diberi ganti rugi, diberi lahan, dan diberi rumah, tetapi mungkin lokasinya belum tepat. Itu yang harusnya diselesaikan. Masa urusan begitu harus sampai presiden?" ujarnya.

Apabila ada hal-hal yang tidak bisa diselesaikan di lapangan, menurut Presiden, semestinya segera melaporkan ke direktorat atau menteri terkait. "Jangan kalau ditanya siap Pak. Gimana? 'Beres Pak'. Beres, beres. 'Aman Pak'. Aman, aman. Nanti begitu terakhir, 'mohon maaf Pak belum selesai Pak', nah. 'Tidak bisa selesai Pak', nah," kata Presiden.

Dikatakan pula bahwa semua persoalan sejatinya dapat ditemukan solusi apabila sudah dibawa dalam rapat. "Biasanya kita itu kalau sudah ada masalah, dengan menteri-menteri, dengan Kapolri, dengan Panglima, rapatkan, sudah ketemu, selesai masalah. Ketemu solusinya setiap masalah," jelasnya.

Tags:

Berita Terkait