Putusan MK Soal Mantan Terpidana Nyaleg, Upaya Menjaga Integritas Pemilu
Terbaru

Putusan MK Soal Mantan Terpidana Nyaleg, Upaya Menjaga Integritas Pemilu

KPU dan Bawaslu harus menindaklanjuti putusan MK tersebut sesegera mungkin. Kendatipun bakal terdapat perdebatan soal cara menghitung 5 tahun dimaksud.

Rofiq Hidayat
Bacaan 3 Menit
Ilustrasi
Ilustrasi

Bagi mantan terpidana yang hendak mengikuti kontestasi pemilihan umum harus berpikir ulang. Sebab, sejak adanya Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No.87/PUU-XX/2022, bagi eks narapidana yang hendak menjadi calon anggota legislatif terdapat syarat yang ketat. Misalnya, harus ada jeda 5 tahun setelah terpidana selesai menjalani hukuman pidana penjara dan ada keharusan mengumumkan ke publik tentang dirinya sebagai eks narapidana. Putusan MK tersebut mendapat respon positif.

“Menurut saya ini putusan yang baik dari MK sebagai upaya menjaga integritas pemilu,” ujar Program Manajer Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Fadli Ramadhanil kepada Hukumonline, Senin (5/12/2022).

Dia berpandangan putusan tersebut membawa angin segar dalam proses kontestasi pemilu yang bersih. Dengan putusan MK itu, masyarakat dapat mengetahui latar belakang para calon anggota legislatif yang bakal dipilihnya dalam pemilu. Penerapan Putusan MK No.87/PUU-XX/2022 bergantung para penyelenggara pemilu dan partai politik peserta pemilu. “Tinggal memastikan dan menjaga implementasi oleh partai politik, Komisi Pemilihan Umum (KPU), dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu),” ujarnya.

Direktur Eksekutif Lingkar Madani, Ray Rangkuti berpendapat Putusan MK No.87/PUU-XX/2022 perlu diapresiasi. Menurutnya, terbitnya putusan MK tersebut turut memastikan arah dan tuntutan pemberantasan korupsi yang diharapkan publik. “Mereka yang sudah dipidana karena melakukan tindak pidana korupsi harus diberi sanksi berat, bukan saja sanksi pidana, tapi juga sanksi administratif.”

Baca Juga:

Ray mengaku sejak lama menyuarakan dua alasan perlunya menunda hak politik mantan napi koruptor khususnya. Pertama, korupsi merupakan dua kejahatan sekaligus yakni perbuatan tindak pidana dan kejahatan politik. Dia beralasan menjadi pidana, karena mengambil sesuatu yang bukan haknya. Sementara kejahatan politik akibat adanya penyimpangan atau penghianatan atas amanah publik berupa korupsi dengan kekuasaan yang diembannya.

Baginya, pendekatan yang berjalan selama ini hanya sanksi terhadap pelaku tindak pidana korupsi bersifat pidana umum. Menurutnya, pasca menjalani masa hukuman penjara dianggap telah selesai seluruh sanksi. Akibatnya, alih-alih tindak pidana korupsi berkurang, sebaliknya bertambah subur dengan pelaku-pelaku baru dalam usia yang masih muda.

Tags:

Berita Terkait