Ramai-Ramai Kalangan Parlemen Tolak Pajak Pendidikan
Terbaru

Ramai-Ramai Kalangan Parlemen Tolak Pajak Pendidikan

Pengenaan pajak sektor pendidikan bertentangan dengan konstitusi karena menghambat hak warga negara mendapatkan pendidikan dan prinsip penyelenggaraan pendidikan nasional sebagaimana tercantum dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Rofiq Hidayat
Bacaan 4 Menit

Wakil Ketua Komisi X DPR yang membidangi pendidikan Hetifah Sjaifudian menolak keras rencana pemerintah terkait penghapusan/pencabutan jasa pendidikan dari daftar yang tidak terkena PPN yang berakibat jasa pendidikan bakal menjadi objek pajak PPN. “Jika jasa Pendidikan dikenakan pajak, hal ini akan bertentangan dengan cita-cita dasar untuk mencerdaskan bangsa berdasarkan keadilan sosial,” ujarnya.

Dia melihat tanpa dikenakan pajak pun banyak sekolah yang masih kesulitan dalam menyelenggarakan kegiatan operasionalnya. Di sisi lain, dana bantuan operasional sekolah (BOS) pun masih belum mencukupi untuk menunjang proses kegiatan belajar mengajar yang berkualitas di sekolah. Bahkan, terdapat banyak guru honorer yang belum mendapat upah layak. Alhasil, setiap pungutan dibebankan pada orang tua siswa. Bila PPN diterapkan di jasa pendidikan bakal memperparah kondisi dunia pendidikan.

“Pajak merupakan sarana dari redistribution of wealth. Untuk terciptanya pemerataan, justru anggaran untuk pendidikan harus ditambah, bukan sebaliknya pemerintah mengambil pungutan pajak dari sektor pendidikan,” katanya.

Politisi Partai Golkar itu menilai menarik pajak dari sektor pendidikan malah bertentangan dengan visi dan misi pemerintahan Joko Widodo-Maruf Amin yakni peningkatan kualitas sumber daya manusia melalui reformasi pendidikan dapat dijangkau semua masyarakat di Indonesia. Seharusnya, pemerintah dapat menggali sumber pendanaan dengan cara lain, seperti mengoptimalkan kebijakan pajak progresif. “Jika PPN pendidikan ini diterapkan akan sangat kontradiktif dan menghambat tercapainya visi misi tersebut. Ini harus kita kawal agar jangan sampai terjadi,” katanya.

Mengkaji ulang

Anggota Komisi X DPR Lain, Ali Zamroni meminta pemerintah mengkaji ulang rencana pemungutan PPN di sektor jasa pendidikan. Dia menilai PPN pada jasa pendidikan akan jadi persoalan baru di masyarakat dan menjadi langkah mundur pemerintah dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Apalagi, dunia pendidikan saat ini masih belum memenuhi standar dan merata.

“Banyak daerah di Indonesia yang sangat membutuhkan perhatian pemerintah. Menurut saya ini langkah mundur. Jangan malah di klasterisasi dengan model skema- skema yang patut dikenakan pajak, saya khawatir nanti akan merembet sektor pendidikan lain,” kata dia.

Anggota Komisi X DPR lain, Himmatul Aliyah melihat bila rencana pengenaan PPN bagi sektor pendidikan diberlakukan melalui pengesahan RUU KUP rawan digugat di Mahkamah Konstitusi. “Ini tentu tidak etis sekaligus tidak konstitusional. Saya menyatakan menolak rencana tersebut,” katanya.

Himmatul menilai pengenaan pajak sektor pendidikan bakal membuat biaya pendidikan meningkat, yang ujungnya membebani masyarakat. Hal itulah bakal menciptakan ketidakadilan di bidang pendidikan karena biaya pendidikan tidak terjangkau masyarakat. Hal ini juga bertentangan dengan prinsip penyelenggaraan pendidikan nasional sebagaimana tercantum dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

“UU tersebut mengamanatkan sistem pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan dan pendidikan diselenggarakan secara demokratis, berkeadilan, dan tidak diskriminatif,” kata politisi Partai Gerindra ini mengingatkan.

Sebelumnya, pemerintah berencana akan mengenakan PPN terhadap sejumlah bidang. Selain sembilan bahan pokok (sembako), sektor jasa pendidikan bakal dikenakan PPN. Sebab, sektor jasa pendidikan dan sembako dihapus/dicabut dari daftar bidang yang tidak dikenakan pajak sebagaimana tertuang dalam draf RUU KUP yang tersebar luas di masyarakat.

Tags:

Berita Terkait