Refleksi dan Proyeksi Pemberantasan Korupsi Tahun Mendatang
Kolom

Refleksi dan Proyeksi Pemberantasan Korupsi Tahun Mendatang

Refleksi dan proyeksi permasalahan dalam tulisan ini mestinya dijawab dengan langkah pembenahan yang konkret oleh pemerintah dan DPR.

Bacaan 4 Menit
Kurnia Ramadhana. Foto: Istimewa
Kurnia Ramadhana. Foto: Istimewa

Tidak sulit rasanya untuk sampai pada kesimpulan bahwa agenda pemberantasan korupsi kian suram selama tahun 2022. Bagaimana tidak, mulai dari aspek penegak hukum, penegakan hukum, hingga aturan hukum dipenuhi dengan problematika yang tak kunjung usai.

Pangkal persoalannya sudah barang tentu mengarah pada rendahnya komitmen politik dari pemerintah maupun DPR untuk membenahi permasalahan tersebut. Maka dari itu, tulisan ini mencoba mengurai bagaimana disorientasi pemberantasan korupsi terjadi, sekaligus memproyeksikan permasalahan tahun 2023 mendatang. 

Satu hal yang paling tampak selama satu tahun terakhir adalah mandeknya reformasi struktur hukum. Lebih dari itu, Presiden selaku atasan administratif aparat penegak hukum telah gagal menuangkan gagasan konkret perbaikan atas maraknya praktik penyimpangan.

Baca juga:

Sebagaimana diketahui, terbongkarnya “Kotak Pandora Korps Bhayangkara” praktis silih berganti mewarnai jagat pemberitaan. Mulai dari mempekerjakan kembali mantan terpidana korupsi AKBP R Brotoseno, pembunuhan berencana nan keji Ferdy Sambo, penangkapan Teddy Minahasa, hingga pembantaian massal di Stadion Kanjuruhan. Belum lagi ditambah gaya hidup hedonisme yang kerap dipertontonkan anggota kepolisian. 

Momentum perbaikan Polri sebenarnya sudah sempat diperlihatkan oleh Presiden dengan mengundang ratusan perwira tinggi ke Istana Negara beberapa bulan lalu. Namun, instruksi yang dikeluarkan oleh Presiden terkesan normatif, seolah permasalahan di tubuh Polri dianggap sederhana. Padahal, secara struktural dan kultural, perombakan habis-habisan mutlak harus dilakukan oleh Kapolri, tentu dengan dukungan politik dari Presiden. Sebab, bagaimanapun, realita permasalahan di Korps Bhayangkara tidak mudah diselesaikan jika hanya mengandalkan Kapolri seorang. 

Begitu pula terjadi pada aparat penegak hukum lain, Kejaksaan Agung dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Bagaimana tidak, Kejaksaan misalnya, belakangan waktu terakhir banyak mengusut perkara korupsi besar, seperti skandal Jiwasraya dan Asabri. Namun, penanganan kejahatan tersebut menyisakan satu pertanyaan dalam benak masyarakat, yakni, sudah berapa pemulihan kerugian keuangan negara yang disetor Kejaksaan ke kas negara? Isu ini penting untuk diangkat, mengingat Presiden selalu menitikberatkan pemberantasan korupsi ke arah pemulihan ekonomi. Tak cukup itu, rencana untuk memberikan ampunan bagi pelaku kejahatan korupsi dengan mengusung kebijakan restorative justice pun juga diwarnai kritik tajam dari masyarakat. 

Tags:

Berita Terkait