Rumusan Pasal “Kumpul Kebo” Harus Diperjelas
RKUHP

Rumusan Pasal “Kumpul Kebo” Harus Diperjelas

Dikhawatirkan pengaturan dalam RKUHP menimbulkan multitafsir jika disahkan.

RFQ
Bacaan 2 Menit

Anggota Komisi III DPR Achmad Dimyati Natakusuma penasaran dengan pandangan Andi Hamzah. Menurutnya rumusan pasal 485 masih terbilang rancu. Ia khawatir jika redaksional itu tetap dipertahankan akan mengakibatkan multitafsir yang berujung abuse of power. Bahkan, orang dengan mudah mengadukan pasangan yang diduga kumpul kebopada pihak berwajib.

Meski setuju dengan pasal tersebut lantaran perilaku diluar hukum, Andi menyarankan agar rumusan pasal tersebut diubah. “Oleh sebab itu harus jelas rumusan pasal 485. Tapi nanti siapa yang mengadu, pemilik kos-kosan, ketua RT, atau ketua RW. Kalau masyarakat yang mengadu bisa rancu. Ini bisa jadi alat kriminalisasi bagi petugas,” ujarnya.

Senada, rekan Dimyati di Komisi III yakni Buchori, berpandangan jika ada tindakan asusila, maka pihak korban harus dilindungi. Dia setuju dalam hukum positif, hubungan diluar pernikahan memang mesti diatur sanksinya.

Namun, pihak perempuan harus dilindungi, juga anak hasil hubungan diluar pernikahan. Karena itulah ia berpandangan ‘kumpul kebo’ mesti diatur dalam RKUHP. “Tapi, perlu diperjelas rumusan pasal tersebut agar tidak menimbulkan multi tafsir bagi masyarakat.”

Tags:

Berita Terkait