RUU Masyarakat Hukum Adat Perlu Masukan Semua Tokoh Adat
Berita

RUU Masyarakat Hukum Adat Perlu Masukan Semua Tokoh Adat

Dalam RUU Masyarakat Hukum Adat mesti memberi klausul pengaturan secara eksplisit, khususnya mengenai tidak terhapusnya kepemilikan tanah adat.

Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit

 

Masyarakatnya, kata Hermanto, melalui ninik mamak memegang teguh hukum adat.  Seperti, pengaturan kepemilikan tanah, secara prinsip seluruh kawasan tanah di Sumatera Barat merupakan tanah hak ulayat yang didukung tradisi adat yang hingga kini masih komplit, tumbuh, dan berkembang.

 

Baca juga:

Bakal Disahkan, Ini Poin Perubahan dalam RUU Masyarakat Hukum Adat

RUU Keanekaragaman Hayati Perlu Pertegas Posisi Masyarakat Hukum Adat

 

Lebih lanjut, anggota Komisi IV DPR itu mengatakan konstitusi sudah mengatur jelas pengakuan dan perhormatan terhadap masyarakat hukum adat. Hal itu tertuang dalam Pasal 18B ayat (2) UUD Tahun 1945 yang menyebutkan, Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang.”  

 

Sedangkan Pasal 28I ayat (3) UUD Tahun 1945 menyebutkan, “Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban.” Draf RUU tentang Masyarakat Hukum Adat yang diperoleh Hukumonline, sudah dituangkan pengakuan terhadap masyarakat hukum adat yaitu Pasal 4 ayat (1) dan (2). Hanya saja, pengakuan negara terhadap masyarakat hukum adat tersebut mesti melalui beberapa tahapan.

 

Pasal 4 draf RUU

(1).  Negara mengakui masyarakat hukum adat yang masih hidup dan berkembang  di masyarakat sesuai dengan prinsip negara kesatuan republik Indonesia.

(2). Pengakuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap    masyarakat hukum adat yang memenuhi persyaratan dan melalui tahapan yang ditentukan dalam undang-undang ini.

 

Senada, Anggota Baleg Saiful Bahri Ruray mengatakan negara harus melindungi dan menguatkan kepemilikan hukum adat. Yakni dengan payung hukum agar tidak ada lagi kesalahpahaman antara negara dan masyarakat. Karena itu, mesti harus adanya harmonisasi dengan peraturan perundangan lainnya.

 

Menurutnya, penguatan terhadap masyarakat hukum adat dengan mengharmonisasi kepentingan negara dan kepentingan masyarakat adat agar tidak termarjinalkan. Sebab dalam ‘pertarungan’ dengan korporasi maupun negara, masyarakat adat kerap dalam posisi yang terpinggirkan. “Jadi, UU ini harus melindungi dan menguatkan masyarakat hukum adat.”

 

Putusan MK

Di sisi lain Hermanto mengingatkan pengakuan negara terhadap eksistensi masyarakat adat selain ditegaskan dalam konstitusi juga dipertegas melalui putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 45/PUU-X/2012. Khususnya terkait ketentuan posisi hutan adat dalam UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dan atau UU No. 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Pengrusakan Hutan (P3H) yang dinyatakan bertentangan dengan UUD Tahun 1945.

Tags:

Berita Terkait