Sederet Harapan untuk Pimpinan KPU dan Bawaslu yang Baru
Terbaru

Sederet Harapan untuk Pimpinan KPU dan Bawaslu yang Baru

KPU dan Bawaslu perlu membangun budaya kerja yang terbuka, transparan, akuntabel, profesional, antikorupsi, dan partisipatoris dalam menyelenggarakan pemilu 2024.

Moch. Dani Pratama Huzaini
Bacaan 5 Menit

KPU dan Bawaslu periode 2022-2027 akan bekerja menyelenggarakan pemilu yang besar dan kompleks. Meskipun model keserentakan pemilu sama dengan pemilu 2019 lalu, namun Titi melihat adanya tantangan besar yang akan dihadapi kedua lembaga penyelenggara ke depan. Penyelenggaraan pemilu dan pilkada dalam satu tahun yang sama tentu memberikan beban kerja yang jauh lebih besar dan kompleks pada penyelenggara pemilu.

“Belum lagi adanya tuntutan besar dari para pemangku kepentingan agar KPU bisa menghadirkan terobosan dan inovasi dalam mengurangi kerumitan dan kompleksitas teknis pemilu sehingga pemilu bisa lebih mudah dan sederhana bagi pemilih dan peserta pemilu,” ujar Titi kepada Hukumonline, Selasa (12/4).

Oleh karena itu dirinya berharap anggota KPU dan Bawaslu baru bisa langsung bekerja cepat, cerdas, dan solid sehingga berbagai persiapan penyelenggaraan pemilu 2024 bisa dituntaskan dengan baik. KPU dan Bawaslu perlu membangun budaya kerja yang terbuka, transparan, akuntabel, profesional, antikorupsi, dan partisipatoris dalam menyelenggarakan pemilu 2024. 

“Hal ini dirasa perlu untuk mendapatkan kepercayaan dari publik. Pengingat cukup ada kontroversi di awal keterpilihan mereka saat nama-nama terpilih sama persis dengan nama yang beredar sebelum hasil uji kelayakan dan kepatutan disepakati,” tegas Titi.

Di sisi yang lain, Pemerintah dan DPR juga diharapkan mampu memberikan dukungan optimal sesuai peraturan perundang-undangan yang ada agar KPU dan Bawaslu bisa menuntaskan segala tugas dan kewajibannya dengan maksimal pula.

Tantangan

Selain itu, berbagai tantangan berat mutlak harus dicarikan solusinya. Misalnya yang berkaitan dengan proses penyelenggaraan pemilu, menyangkut skenario tahapan, penetapan jadwal, dan penataan penyelenggara di daerah. Menurut Tenaga Ahli pada Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Mohammad Saihu, berdasarkan catatan Dewan DKPP, ketiga hal tersebut di atas selalu menempati posisi pelanggaran tertinggi.

Dirinya juga mengingatkan tentang akibat penyelenggaraan Pemilu 2019 yang sampai menelan korban meninggal dunia sebanyak 894 petugas dan 5.175 petugas mengalami sakit, sepatutnya menjadi bahan refleksi. “Proses penyelenggaraan pemilihan dan aspek penyelenggara menjadi faktor utama datangnya tragedi,” ujar Saihu lewat keterangannya.

Tags:

Berita Terkait