Seluk-beluk Refund dalam Aspek Hukum Jual-Beli
Berita

Seluk-beluk Refund dalam Aspek Hukum Jual-Beli

Penerapan refund dalam transaksi jual-beli masih belum berpihak pada konsumen. Bahkan ada refund yang dikompensasikan berbentuk kupon atau voucher.

Mochammad Januar Rizki
Bacaan 2 Menit

Klausula baku seperti itu bertentangan dengan pasal 18 UU Perlindungan Konsumen khusunya pasal 1 huruf c yang menyatakan pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang membuat atau mencantumkan klausula baku pada setiap dokumen dan atau perjanjian apabila menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali uang yang dibayarkan atas barang dan/atau jasa yang dibeli konsumen.

Memberatkan Konsumen

David menerangkanmaraknya transaksi online maka besar kemungkinan terjadi pembatalan transaksi dan mengingat kebutuhan konsumen atas barang yang dibutuhkan maka pengembalian uang harus cepat dan dikembalikan kepada rekening asal konsumen membayar bukan dikembalikan ke uang elektronik pengelola platform atau dalam bentuk lain seperti voucher yang hanya bisa digunakan di platform tersebut.

Regulasi-regulasi yang sudah ada sebelumnya yang mengatur tentang refund berupa pengembalian uang tidak bisa dikesampingkan dan regulasi baru tidak boleh meniadakan penggantian pengembalian uang. Kalaupun karena situasi tertentu seperti Covid 19 dikeluarkan regulasi seperti Permenhub 25 tahun 2020 maka pengembalian uang sebagai kompensasi refund haruslah yang pertama dan terutama barulah jika ada pilihan lain bisa diatur selanjutnya.

Dia menjelaskan dalam Permenhub 25 tahun 2020 tersebut untuk pembatalan pengangkutan dengan kereta api dan kapal laut pilihan pertama kompensasi adalah pengembalian uang barulah kemudian penjadwalan ulang, perubahan rute dan penggantian dengan voucher sementara untuk kompensasi pembatalan penerbangan tidak ada pilihan pengantian dengan uang sehingga terlihat adanya diskriminasi bagi pemakai transportasi udara.

“Ketiadaan pilihan pengembalian berupa uang telah merugikan sebagian besar konsumen apalagi sebelum Permenhub No.25 Tahun 2020 dikeluarkan, hampir semua maskapai menerapkan refund dengan penjadwalan ulang, perubahan rute ataupun penggantian dengan voucher,” jelas David.

Dia mengingatkan penerapan Permenhub 25 tahun 2020 hanya berlaku untuk penerbangan pada 24 April hingga 31 Mei dan untuk penerbangan dalam rangka mudik sebagaimana maksud dan tujuan dibuatnya permenhub tersebut yaitu melarang masyarakat untuk mudik.

“Pertanyaannya bagaimana memilah tiket yang digunakan untuk mudik atau liburan atau keperluan lain selain mudik?  Karena dalam periode 24 April sampai 31 Mei 2020 penumpang angkutan udara pastilah beragam keperluannya dan bukan hanya dalam rangka mudik,” kata David.

Sehingga, dia menilai mekanisme refund tersebut sangat memberatkan bagi konsumen dengan tingkat ekonominya rendah karena pengembalian dalam bentuk uang sangat diperlukan khususnya pada masa Covid-19. Selain itu, dia juga berharap diperlukan regulasi yang mengatur jangka waktu pemulihan kerugian konsumen akibat pembatalan transaksi sehingga dibuat aturan yang memudahkan dan mempercepat pengembalian dana.

Tags:

Berita Terkait