Sidang Praperadilan Direktur Mobile8 Terkait Perkara Pajak Digelar PN Jaksel
Berita

Sidang Praperadilan Direktur Mobile8 Terkait Perkara Pajak Digelar PN Jaksel

Pemohon sebelumnya sudah melaksanakan tax amnesty.

HAG
Bacaan 2 Menit
Gedung PN Jaksel. Foto: SGP
Gedung PN Jaksel. Foto: SGP
Setelah sempat ditunda, sidang permohonan praperadilan yang diajukan oleh Direktur PT Djaja Nusantara Komunikasi (DNK), Hari Djaya dan Direktur PT Mobile8, Antoni Chandra, digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (21/11). Sidang kali ini beragendakan pembacaan permohonan. Sidang tersebut dihadiri oleh Pihak Termohon yaitu Kejaksaan Agung (Kejagung).

Kuasa hukum pemohon, Hotman Paris, menjelaskan bahwa sebenarnya Kejagung tidak memiliki kewenangan untuk menyidik kliennya. Hotman menganggap bahwa kasus yang melibatkan kliennya masuk ranah Dirjen Perpajakan Kementerian Keuangan, bukan ranah Kejaksaan Agung.

"Penyidikan dalam kasus mobile8 itu ranahnya Dirjen Perpajakan, bukan ranah Kejagung. Di UU Pajak sangat jelas itu kewenangan dirjen perpajakan. Pemohon juga sudah mengikuti tax amnesty, jadi seharusnya dihentikan penyidikannya," ujar Hotman seusai persidangan.

Menurut Hotman, pelaksaan tax amnesty yang dilakukan oleh kliennya menyebabkan aset dari kliennya dilindungi oleh Kementerian Keuangan. Hal tersebut sesuai dengan Pasal 20 UU Pengampunan Pajak.

Pasal itu menyatakan bahwa aset dari wajib pajak yang telah mengikuti tax amnesty tidak dapat dijadikan bukti dalam semua jenis tindak pidana manapun, baik menjadi dasar penyelidikan, penyidikan, ataupun penuntutan. (Baca Juga: Didampingi Hotman, Hary Tanoe Laporkan Jaksa Agung ke Bareskrim)

"Seharusnya kejagung meminta izin kementerian keuangan ketika ingin menyita dokumen pajak dari wajib pajak, sehingga semua berkas yang berkaitan dengan mobile8 harus dikembalikan," tuturnya.

Selain mengenai dokumen, Hotman juga merasa adanya kejanggalan dalam kasus retribusi pajak yang menjerat kliennya yang kemudian dikaitkan dengan dugaan tindak pidana korupsi. Hotman menilai yang seharusnya dijerat adalah penyelenggara negara, bukan kliennya. (Baca Juga: Legalkan Pencucian Uang, UU Pengampunan Pajak Diuji ke MK)

"Yang ditetapkan sebagai tersangka kok bukan penyelenggara negara? Seharusnya kalau tindak pidana korupsi yang kena penyelenggara negara. Jadi ini seharusnya murni dugaan tindak pidana pajak, tapi kan yang bersangkutan sudah ikut tax amnesty jadi harus dihentikan. Karena kalau tidak dihentikan kepercayaan publik terharap UU Pengampunan Pajak yang digaungkan oleh para pejabat malah dilanggar," kata Hotman.

Hotman kembali menegaskan bahwa penetapan tersangka kepada kliennya tidak sah dan tidak sesuai hokum karena alat bukti yang digunakan tidak bisa digunakan.(Baca Juga: Dampak Positif Tax Amnesty Versi Dirjen Pajak)

"Intinya alat bukti yang digunakan oleh Kejagung untuk menetapkan tersangka ialah yang sudah dilakukan tax amnesty. Jadi seharusnya kejagung harus dengan segera mengentikan penyidikan dan menghapus status tersangkanya," ujarnya.

Sidang tersebut diagendakan kembali besok dengan agenda jawaban dari pihak Kejagung.

Tags:

Berita Terkait