Surety Bond dan Kepastian Hukum Penjaminan di Indonesia
Kolom

Surety Bond dan Kepastian Hukum Penjaminan di Indonesia

Surety bond merupakan suatu produk inovatif perusahaan asuransi sebagai upaya pengambilalihan potensi resiko kerugian yang mungkin dapat dialami oleh salah satu pihak atas kepercayaan yang diberikannya pada pihak lain dalam pelaksanaan kontrak yang telah disepakati oleh mereka.

Bacaan 2 Menit

Pada dasarnya, pihak pemberi kerja  (obligee/kreditur) sangat menginginkan kepastian hukum dari produk surety bond dalam hal kewajiban penanggungan  kerugian harus direalisasikan sebagai akibat wanprestasi yang dilakukan oleh   kontraktor (principal/debitur). Sebagai contoh, adanya hak-hak istimewa yang dimiliki oleh penanggung, seperti yang diatur dalam KUH Perdata.

Misalnya, tentang hak agar pihak penerima jaminan (obligee) ataupun kreditur terlebih dahulu melakukan penagihan terhadap debitur utama (principal) sebelum melakukan penagihan terhadap penanggung dalam hal debitur tersebut wanprestasi. Selain itu, hak-hak istimewa penanggung lainnya seperti yang diatur dalam Pasal 1430, 1831,1833, 1834,1837,1838 dan 1850 KUH Perdata  adalah pasal-pasal yang tidak diinginkan oleh penerima jaminan untuk terus melekat pada perusahaan asuransi sebagai penanggung dalam memenuhi kewajiban (contigency obligation) terhadap obligee/kreditur tersebut.

Dengan pengertian lain, pada saat prestasi  kontraktor/principal yang dipertanggungkan kepada obligee tersebut tidak terlaksana sesuai dengan apa yang disepakati dalam perjanjian pokok, maka hanya dengan pembuktian bahwa principal tersebut telah wanprestasi, perusahaan asuransi yang menerbitkan surety bond tersebut harus telah  mencairkan ganti rugi yang dijamin pembayarannya tersebut dengan segera. Halini tanpa terlebih dahulu mengharuskan obligee mengejar pelunasan dari principal sebagai akibat telah dikesampingkannya pasal-pasal yang mengatur hak istimewa penanggung tersebut.

Kemampuan ataupun kelayakan dari si penanggung juga akan memegang peranan dari kualitas perjanjian penanggungan itu sendiri. Pasal  1827 dengan tegas mensyaratkan kelayakan dari penanggung sebagai berikut: "Si berutang yang diwajibkan memberikan seorang penanggung, harus memajukan seorang yang mempunyai kecakapan untuk mengikatkan dirinya yang cukup mampu untuk memenuhi perikatannya, dan yang berdiam diwilayah Indonesia." 

Dalam hal si penanggung adalah perorangan pribadi ataupun perusahaan biasa, maka performance dari calon penanggung tersebut akan sangat sulit untuk dipastikan.  Seorang kreditur ataupun penerima perjanjian penjaminan tersebut akan sangat bergantung pada reputasi si penjamin ataupun bila adanya jaminan pihak lain terhadap penjamin tersebut. Hal ini dimungkinkan oleh Pasal 1823 (2) KUH Perd. Dan dalam prakteknya, si penerima penjaminan tersebut dapat saja meminta jaminan kebendaan dari si penanggung atas kesediaannya menjadi penjamin pelaksanaan preastasi dari pihak debitur tersebut.

Dalam hal penerbitan surety bond, kecakapan dan kemampuan dari perusahaan asuransi  yang menerbitkan produk jasa penjaminan tersebut akan sangat menentukan kualitas ataupun kepercayaan dari pihak penerima surety bond. Oleh karena itu, Menteri Keuangan sebagai pengawas dan pembina dari industri perasuransian berdasarkan UU. No.2 tahun 1992, tidak memberikan kewenangan pada semua perusahaan asuransi untuk dapat menerbitkan surety bond.

Tampaknya, pemerintah hanya masih akan memberikan wewenang untuk dua puluh perusahaan asuransi sampai saat ini. Dan malah, dalam menerbitkan costoms bond masih hanya dapat dilakukan oleh lima belas perusahaan asuransi. Itu pun dengan tegas diatur dalam Pasal 2  KMK RI no. 108/KMK.01/1995 tgl. 13 Maret 1995 bahwa  wewenang untuk menerbitkan customs bond yang diberikan kepada  kelima belas perusahaan masih dapat diubah atau ditinjau kembali berdasarkan penilaian batas tingkat solvabilitas dan kemampuan pengelolaan teknis dalam penerbitan customs bond.

Halaman Selanjutnya:
Tags: