Sidang lanjutan pengujian UU No.14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (UU Guru dan Dosen) digelar Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu (8/9/2021) kemarin. Agenda sidang permohonan Perkara Nomor 20/PUU-XIX/2021 adalah mendengarkan keterangan DPR dan Pemerintah.
Anggota Komisi III DPR Supriansa yang mewakili kelembagaan DPR, menanggapi dalil Pemohon yang memandang seolah-olah pengangkatan dan penetapan jenjang akademik tertentu termasuk pengangkatan guru besar merupakan kewenangan menteri dan bukan kewenangan satuan pendidikan tinggi (universitas).
Dalil pemohon soal frasa dalam Pasal 50 ayat (4) UU Guru dan Dosen yang dianggap telah menimbulkan multitafsir. Sebab, menteri pendidikan dan kebudayaan kemudian membuat peraturan yang membuat kewenangan kepada dirinya yang bertentangan dengan substansi atau maksud Pasal 50 ayat (4) tersebut.
“DPR berpendapat, pemohon tidak menyebutkan ketentuan Pasal 48 ayat (4) UU No. 14/2005 secara lengkap, sehingga dapat menimbulkan kesalahpahaman bagi masyarakat yang membaca permohonan tersebut,” ujar Supriansa dalam persidangan, Rabu (8/9/2021) kemarin, seperti dikutip laman MK. (Baca Juga: Dosen FMIPA UI Persoalkan Aturan Pengangkatan Guru Besar)
Pasal 48 ayat (4) UU Guru dan Dosen tersebut selengkapnya menyebutkan pengaturan kewenangan tentang jenjang jabatan akademik dan dosen tidak tetap ditetapkan oleh setiap satuan pendidikan tinggi sesuai dengan peraturan perundang-undangan. “Sehingga jelas, kewenangan jenjang jabatan akademik dan dosen tidak tetap ditetapkan oleh setiap satuan pendidikan tinggi berdasarkan Pasal 48 ayat (4) UU No.14/2005,” tegas Supriansa.
Dia menambahkan DPR menganggap secara keseluruhan dalil-dalil pemohon lebih banyak mempersoalkan penerapan norma-norma dalam peraturan di bawah undang-undang, sehingga tidaklah benar/tepat pemohon melakukan pengujian undang-undang ke MK.
Jaminan konstitusional
Sementara itu, Pemerintah diwakili oleh Chatarina Muliana Girsang selaku Staf Ahli Mendikbud Bidang Regulasi Pendidikan dan Kebudayaan. Menurut Pemerintah, pemohon tidak mengalami kerugian konstitusional akibat berlakunya ketentuan norma yang diujikan Pemohon ke MK.