Tanggung Jawab Hukum Rumah Sakit dalam UU Kesehatan Masih Bermasalah
Kolom

Tanggung Jawab Hukum Rumah Sakit dalam UU Kesehatan Masih Bermasalah

Seharusnya, sifat dari pola pertanggungjawaban hukum rumah sakit tidak hanya meliputi ruang lingkup yang luas, tetapi juga bersifat terpusat, yaitu memposisikan rumah sakit sebagai pusat atau poros dalam pola pertanggungjawaban hukum.

Bacaan 5 Menit
Tanggung Jawab Hukum Rumah Sakit dalam UU Kesehatan Masih Bermasalah
Hukumonline

Rancangan Undang-Undang tentang Kesehatan telah disahkan menjadi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan (UU Kesehatan) dalam Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang digelar pada hari Selasa tanggal 11 Juli 2023. UU Kesehatan ini mencabut dan menyatakan tidak berlaku 11 undang-undang dalam bidang kesehatan, salah satunya adalah Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (UU Rumah Sakit).

Terkait dengan pola pertanggungjawaban hukum rumah sakit, hal ini diatur dalam Pasal 193 UU Kesehatan yang menyatakan bahwa, “Rumah sakit bertanggung jawab secara hukum terhadap semua kerugian yang ditimbulkan atas kelalaianyang dilakukan oleh Sumber Daya Manusia Kesehatan Rumah Sakit.” Sedangkan, Pasal 46 UU Rumah Sakit menyatakan bahwa, “Rumah sakit bertanggung jawab secara hukum terhadap semua kerugian yang ditimbulkan atas kelalaian yang dilakukan oleh tenaga kesehatan di rumah sakit.”

Hal mendasar yang dapat disimpulkan dari pola pertanggungjawaban tersebut adalah ruang lingkup pertanggungjawaban hukum rumah sakit yang diatur di dalam UU Kesehatan lebih luas dibandingkan dengan ruang lingkup pertanggungjawaban hukum rumah sakit yang diatur di dalam UU Rumah Sakit. Apakah hal ini dapat menyelesaikan permasalahan? Menurut Penulis, hal ini justru berpotensi untuk mengulang permasalahan yang pernah ditimbulkan dalam implementasi UU Rumah Sakit terkait dengan pola pertanggungjawaban hukum rumah sakit sebagaimana yang mewarnai beberapa putusan pengadilan dalam tahun 2010-2022.

Baca juga:

Pola pertanggungjawaban hukum sebagaimana yang diatur dalam Pasal 46 UU Rumah Sakit tidak menimbulkan permasalahan hukum apabila diterapkan terhadap tenaga kesehatan non dokter (non tenaga medis), tetapi berpotensi menimbulkan permasalahan hukum apabila diterapkan terhadap dokter (tenaga medis). Hal ini dikarenakan status dokter di rumah sakit beraneka ragam. Ada pihak yang membatasi pertanggungjawaban hukum rumah sakit hanya terhadap dokter tetapnya (menerapkan doktrin Respondeat Superior). Ada juga pihak yang memperluas pertanggungjawaban hukum rumah sakit terhadap seluruh dokternya tanpa peduli status atau hubungan hukum antara dokter dan Rumah Sakit (doktrin Ostensible atau Apparent Agency).

Doktrin Respondeat Superior biasanya dipergunakan oleh pengacara rumah sakit untuk membela rumah sakit dan membatasi pertanggungjawabannya. Doktrin Ostensible atau Apparent Agency biasanya dipergunakan oleh pengacara pasien untuk memperluas pertanggungjawaban hukum rumah sakit. Akibatnya, doktrin Respondeat Superior dan doktrin Ostensible atau Apparent Agency seringkali bertempur di pengadilan. Hal ini terlihat di dalam beberapa putusan pengadilan, di antaranya adalah: Putusan Pengadilan Negeri Bandung Nomor 514/Pdt.G/2013/PN.BDG, Putusan Pengadilan Negeri Palembang Nomor 97/Pdt.G/2014/PN.Plg, Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 312/PDT.G/2014/PN.JKT.SEL, Putusan Pengadilan Negeri Bekasi Nomor 630/Pdt.G/2015/PN.Bks, Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat Nomor 102/PDT.G/2016/PN.Jkt.Brt, Putusan Pengadilan Negeri Pontianak Nomor 146/Pdt.G/2019/PN.Ptk, Putusan Pengadilan Tinggi Palembang Nomor 85/PDT/2014/PT.PLG, Putusan Pengadilan Tinggi Bandung Nomor 256/PDT/2015/PT.BDG, Putusan Pengadilan Tinggi Jakarta Nomor 240/PDT/2016/PT.DKI, Putusan Pengadilan Tinggi Jawa Barat Nomor 462/PDT/2016/PT BDG, Putusan Pengadilan Tinggi Jakarta Nomor 577/PDT/2017/PT.DKI, Putusan Kasasi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 3571 K/Pdt/2015, Putusan Kasasi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1366 K/Pdt/2017.

Pembatasan pola pertanggungjawaban hukum rumah sakit dalam implementasinya berdasarkan pada tiga hal sebagai berikut:

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait