Tantangan Keamanan Siber Makin Besar, Indonesia Dorong Tata Kelola Data Lintas Negara
Terbaru

Tantangan Keamanan Siber Makin Besar, Indonesia Dorong Tata Kelola Data Lintas Negara

Pemerintah berupaya meningkatkan pemahaman praktik tata kelola data agar mampu memfasilitasi arus data di tingkat regional maupun global yang interoperable dan terpercaya (trusted).

Oleh:
Fitri Novia Heriani
Bacaan 3 Menit

Sebelumnya, Dosen Fakultas Hukum Universitas Esa Unggul (FHUEU) Wasis Susetio menilai keamanan siber di Indonesia masih rentan terhadap serangan cybercrime. Bahkan cenderung terjadi peningkatan serangan siber dari tahun ke tahun.

Mengutip catatan pusat operasi keamanan siber nasional BSSN sepanjang periode Januari hingga Agustus 2020 terdapat 190 juta serangan siber, dan 36.771 akun data yang tercuri di sejumlah sektor, termasuk sektor keuangan. serangan tersebut dicatat mengalami kenaikan peningkatan lima kali lipat dari tahun 2019.

Wasis menyebut karakteristik dunia maya seperti tidak ada batas, selalu tersedia selama 24 jam, tak perlu izin saat menggunakan, dan tanpa sensor menjadi permasalahan tersendiri dalam konteks hukum. Khususnya terkait berbagai hubungan perdata maupun pidana ketika terjadi kejahatan.

Apalagi, lanjut Wasis, di ruang cyberspace saat ini semua transaksi jual beli serta promosi melalui iklan dilakukan secara online, dan mengabaikan semua kewajiban administrasi, pajak dan hukum keperdataan yang diatur oleh negara.

Melihat karakteristik kejahatannya, Wasis menegaskan pemberantasan cybercrime bukanlah perkara yang mudah. Di Indonesia sendiri terdapat beberapa kendala dalam penanggulangan kejahatan siber ini, pertama belum adanya persamaan defenisi hukum mengenai cybercrime. Meskipun dalam tataran teoritis sudah banyak ahli yang mencoba untuk memberikan defenisi mengenai cybercrime.

Kedua, formulasi hukum yang ada belum dapat menjangkau perkembangan kejahatan yang dilakukan di dunia maya. Sampai saat ini Indonesia belum memiliki UU tentang perlindungan data pribadi. Sementara ini Indonesia baru mengeluarkan UU No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan UU No.19 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE.

Dan ketiga karakteristik kejahatan di dunia maya menunjukkan bahwa kejahatan ini dapat melintasi yurisdiksi negara, sementara keberadaan perjanjian internasional mengenai penegakan hukum cybercrime masih sangat terbatas.

Tags:

Berita Terkait